Caleg PSI Sebut Sandi Ingin Arabisasi Bali, Pengamat Ekonomi: "Partai Contentless"

Artikel Terbaru Lainnya :




  Ayo  Jalan Terus !  - Calon anggota legislatif Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dini Shanti Purwono menyebutkan bahwa calon wakil presiden Sandiaga Uno akan melakukan arabisasi di Bali melalui wisata halal.

"Wisata halal = wisata yg pake duit halal, bukan duit hasil korupsi 😁 definisi itu lbh masuk akal," kata Dini melalui media sosial pada menanggapi isu Sandi pada 27 Februari 2019

"Bali ya Bali aja, punya kearifan lokal sendiri, gak usah coba2 di”arabisasi”. Katanya nasionalis, patriot, kok kerjanya nyontek budaya negara lain?" ungkap dia.

Di waktu yang berbeda, Juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga bidang pariwisata, Taufan Ramhadi menilai Pemprov Bali dinilai salah persepsi mengenai arti dari wisata halal.

"Pemda Bali salah persepsi dalam hal wisata halal ini. Wisata halal bicara soal halal lifestyle, extended services yang diberikan kepada para wisatawan yang memang membutuhkan pelayanan halal di saat mereka berlibur ke suatu destinasi. Dengan memperkaya pilihan ke wisatawan, dengan adanya paket-paket wisata halal, justru akan menguntungkan Bali," kata dia.

Warganet yang juga pengamat ekonomi Rihan Daulah menilai kader-kader PSI miskin akan konten. "Namanya bisnis Maliih. Diferensiasi segmen. Wajar nggak ngerti diferensiasi atau segmentasi. Duit sebanyak itu dari bohir lu dihambur-hamburin jadi iklan jayus di primetime. Ini partai emang contentless bgt anjesss," ungkap dia.






Ini Versi Wisata Halal Bali Ala Tim Sandi



Usulan cawapres 02 Sandiaga Uno mengembangkan wisata halal di Bali ditolak Pemprov ataupun pengusaha pariwisata. Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo-Sandi di Bali membela. 

Direktur relawan BPD Prabowo-Sandi Bali, Fabian Andrianto Cornelis, mengatakan ide Sandiaga itu bukan untuk mewujudkan wisata halal dengan model syariah. Dia menyebut usulan wisata halal itu berupa panduan lokasi musala atau masjid ataupun restoran halal di Pulau Dewata. 

"Bali ini kan sebagai daerah tujuan wisata, yang dimaksud wisata halal bukan wisata syariah. Wisata halal itu sebagai panduan, supaya bisa dapat makanan yang halal buat mereka, karena masyarakat ini nonmuslim. Tapi kita sebagai destinasi wisata harus bisa menyerap pangsa pasar," tutur Fabian via telepon, Selasa (26/2/2019).

Fabian lalu membandingkan pariwisata halal yang sudah dikembangkan Thailand. Fabian menyebut pihaknya tak bermaksud mengubah branding Bali sebagai destinasi wisata budaya. 

"Kita tidak ingin mengubah konteks yang ada di Bali, kita coba berpikiran terbuka dan ini penting di Thailand mereka juga mengangkat itu. Di Thailand, mereka adalah nonmuslim juga, Buddha, tapi dari sisi marketing mencari pasar mereka cerdas," ujar Fabian. 

"Jadi tujuan wisata itu mereka menyediakan fasilitas informasi bagi masyarakat nonmuslim bisa mendapatkan tempat makan, khususnya untuk salat dan waktu salat, sifatnya panduan, bukan jadi wisata syariah," sambungnya. 

Fabian menyebut potensi pasar wisata halal di Bali cukup tinggi. Selain dari kacamata ekonomi, Fabian menyebut itu akan mempermudah umat Islam beribadah.

"Artinya kan kita perlu adanya usaha ekstra, misalkan turis harus usaha ekstra untuk mencari masjid terdekat. Resto yang dianggap halal, panduan itu kan wajib diberikan. Turis umum mereka tahu, kita kan tidak hanya kota besar, misal di kabupaten-kabupaten itu ada panduan restoran ini ini. Ya kita lebih ramah, mencoba lebih informatif untuk kepentingan ke sana juga," tuturnya.



Wakil Ketua DPR Acungi Jempol Sandi Soal Usulan Wisata Halal di Bali


Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno mengusulkan Pulau Bali dijadikan “wisata halal” agar dapat menaikkan pasar wisata di Indonesia. Usulan Sandi tersebut disambut positif oleh Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, Rabu (27/2). Sementara Pemprov Bali menolaknya.
“Itu tanda bahwa pak Sandi tidak punya trauma agama. Beliau hanya ingin naikkan pasar wisata Bali, dan demi rakyat setempat,” kata Fahri.
Dia menegaskan, wisata halal sesungguhnya digemari di seluruh dunia, bukan karena ‘halal’ istilah agama, tapi karena identik dengan bersih dan sehat yang dalam artian “green lifestyle“. Halal itu sekarang, telah menjadi gaya hidup yang tinggi.
“Di Eropa, halal pada semua hal semakin digemari sebab itu ijazah bagi kualitas yang tinggi; halal identik dengan bersih, sehat, hijau, peduli lingkungan, hemat energi, bergizi, dan lain-lain. Bahkan penikmat daging halal semakin tinggi di sana. Konotasi yang baik,” ujarnya.
Para pencinta hewan di negara-negara barat misalnya menurut Fahri, semakin mengemari dan merekomendasikan daging halal karena proses penyembelihannya yang dianggap paling “sedikit unsur/rasa sakit pada hewan”.
“Itulah pelaksanaan sunah dalam penyembelihan hewan. Di Amerika, orang-orang Yahudi yang mengkonsumsi daging dengan prinsip kosher pergi ke toko halal, di Jepang saya pernah berkunjung ke industri halal Jepang yang semakin maju,” paparnya.
Indonesia, Fahri melanjutkan tidak saja tujuan wisata halal, juga konsumen wisata halal. Karena itu, apa salahnya Indonesia menjadi tujuan wisata halal seperti London menjadi tempat dan pusat bisnis keuangan syariah.
“Apa yang salah dengan konsumen halal life style yang ingin pergi ke Bali, lalu memakan makanan halal? Kenapa mereka tidak dilihat sebagai pasar? Apalagi, halal life style di dunia adalah peluang,” cetusnya lagi.
Melanjutkan pernyataannya, Fahri menilai bahwa Islamophobia di negeri ini telah membuat bangsa ini terhimpit di sudut yang salah. Malu menjadi negara muslim dan tanggung ingin sok moderen, ingin maju dengan meninggalkan identitas, sehingga lupa diri dan lupa identitas yang pada akhirnya menjadi pecundang dan jadi embel-embel negara lain.
“Dan yang trauma dengan kata ‘halal’ di negara ini adalah pengidap Islamophobia sejati. Mereka tidak paham Islam, tidak paham NKRI, mereka sejatinya adalah kelompok sakit hati dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Mereka ini punya masalah dengan NKRI. Halal itu bersih dan sehat,” tegasnya.
Bukan itu saja, penggagasan Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu juga menilai, mereka yang anti NKRI dan Pancasila ini, tidak suka dengan kata halal, syariah, jemaah, jihad, umat dan lain-lain.
“Mereka punya penyakit Islamophobia dalam hati. Itu tersimpan rapi. Mereka tidak mau Indonesia besar dan maju dengan kenyataan adanya Islam sebagai komponen besar di sini,” sindir Fahri.
Terakhir, Fahri menyebutkan bangsa ini sudah lama dihinggapi oleh kelompok yang tidak bisa mencerna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pancasila sebagai falsafah negara. Kelompok politik atau calon presiden yang memelihara Islamophobia dalam dirinya akan terungkap, karena rakyat sudah tidak mau ditipu dengan kosmetika.
“Mereka sok modern padahal dungu mengutip Rocky Gerung, dan inferior akibat penjajahan yang lama. Di tangan merekalah bangsa ini mundur. Lihat saja nasib mereka, ini akhir dari dusta mereka,” pungkas anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. (rmol)

Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya  @Tahukah.Anda.News

republished by Ayo Jalan Terus! -  Suarakan Fakta dan Kebenaran ! 



Back to Top