Ilmuwan China Kuak Misteri di Balik Pedasnya Cabai-cabaian, Ini yang Terjadi dalam Tubuh

Artikel Terbaru Lainnya :

  Ayo  Jalan Terus  - Sichuan Predikat cabai terpedas dunia terus jadi 'rebutan'. Guinness Book of World Records membukukan Carolina Reaper, yang mirip ekor kalajengking, menjadi yang terpedas di muka Bumi pada 2013. Menggeser rekor Bhut Jolokia alias 'cabai setan' asal timur laut India yang menjadi juara sejak 2010.

Masih ada cabai-cabai lainnya seperti Trinidad Scorpion Moruga Blend, 7 Pod Douglah, atau  Naga Viper. Tingkat kepedasan cabai diukur dengan parameter SHU (Scoville heat units). Sebagai perbandingan, tingkat kepedasan cabai rawit adalah 50.000 – 100.000 SHU, kalah jauh dari Bhut Jolokia yang mencapai 1.041.427 SHU. Pedas!

Masih terkait cabai, para ilmuwan berhasil mengurutkan genom (sequencing) tanaman cabai, yang menguak gen yang bertanggung jawab atas tingkat kepedasannya.

Genom baru tersebut, yang dijelaskan secara rinci dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences, diyakini bisa membuka jalan bagi rekayasa ilmiah yang menghasilkan cabai lebih pedas, yang bisa membuat mulut kaku.

"Temuan ini akan menyediakan basis pengembangan lebih lanjut pembuatan molekuler dan memicu riset terkait sifat-sifat agronomi cabai, juga membantu petani menciptakan jenis baru dengan teknik biologi molekuler," kata salah satu penulis studi, Cheng Qin, peneliti dari Sichuan Agricultural University di China, seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Selasa (4/3/2014).

Sejarah Cabai

Cabai-cabaian kali pertama dibudidayakan penduduk asli Amerika di hutan tropis Amerika Selatan, sekitar 8.000 tahun lalu dari varian liar seperti Chiltepin annuum (varian glabriusculum). Cabai, yang menjadi bagian dari famili yang termasuk di dalamnya adalah tomat dan kentang, lalu menyebar ke Dunia Baru (New World) setelah Columbus tiba di Amerika.

Setelah ratusan tahun dikembangbiakkan, cabai saat ini muncul dalam banyak versi bentuk, warna, dan rasa. Dari cabai yang hambar Anaheim hingga Scotch bonnet yang menggigit. Lebih dari 34,6 juta ton cabai dipanen pada 2011.

Di tahun-tahun terakhir, penggemar cabai berfokus pada capsaicin -- senyawa kimia yang membuat cabai memiliki rasa pedas. Sejumlah hasilnya, termasuk Carolina Reaper danTrinidad Moruga Scorpion busa 100 ribu kali lebih pedas dari cabai pimento, misalnya. Tapi, hati-hati, sebab para peneliti mengkalkulasi 2,7 atau 1,2 kg dari cabai semacam itu bisa membunuh manusia.

Sequencing Genom

Untuk mempelajari cabai lebih jauh, Qin dan para koleganya mengurutkan genom cabai yang dibudidayakan di institusi mereka, yang disebut  Zunla-1 dan sejumlah cabai liar lainnya.

Tim menemukan, cabai menyimpang dari tomat dan kentang sekitar 36 juta tahun yang lalu. Sebagai tambahan, sekitar 81 persen dari tanaman itu terdiri dari transposon, atau biasa disebut  'gen melompat' yang bisa berpindah ke tempat lain dalam genom. Gen ini dimasukkan sekitar 300.000 tahun yang lalu .

Selain itu, tim mengamati genom dari 18 tanaman cabai yang dibudidayakan, untuk membandingkan perbedaan antara varietas liar dan budidaya. Tim menemukan, sejumlah gen terkait dengan berapa lama benih tetap aktif, ketahanan terhadap hama, dan panjang usianya.

Tim juga mengidentifikasi komponen genetik di balik rasa pedas. Ternyata, gen kunci bisa diduplikasi dalam jumlah berbeda -- untuk membuat kandungan capsaicin kurang atau lebih banyak. Varietas yang lebih hambar, menurut ilmuwan, mengalami penghapusan gen penghasil rasa pedas.


Hasil temuan para ilmuwan menyarankan dua cara baru pengembangbiakkan cabai -- kawin silang dengan cabai yang punya banyak gen pedas. "Atau dengan rekayasa genetika agar cabai lebih mengandung salinan gen penghasil pedas," kata Qin.  (Yus Ariyanto)





Pencinta Pedas Wajib Batasi Jumlah Cabai, Nih yang Terjadi dalam Tubuh

Banyak orang Indonesia yang suka dengan makanan pedas. Mereka malah sering kali menambah sambal setiap kali menyantap makanan. Alasannya untuk menambah selera makan. Akan tetapi, makanan yang terlalu pedas ternyata justru bisa merusak cita rasa makanan itu sendiri. Alhasil, makanan yang terlalu pedas tak bisa dikonsumsi karena menyiksa siapa saja yang memakannya.

Sebagaimana JawaPos.com lansir dari Very Well Health, Sabtu (31/8), reaksi tubuh terhadap makanan pedas bisa bermacam-macam. Salah satunya diare dan gangguan pencernaan. Makanan yang bercita rasa pedas biasanya kaya kandungan rempah-rempah seperti cabe rawit atau lada. Cabai mengandung bahan kuat yang dikenal sebagai capsaicin, yang merupakan iritasi bagi tubuh.

Kulit saja jika terkena cabai bisa membuat tubuh terasa panas atau terbakar. Apalagi ketika melahapnya seolah kamu sudah menelan bola api. Karenanya, tidak mengherankan bahwa capsaicin juga dapat mengiritasi lapisan lambung atau usus. Beberapa orang mungkin dapat mentolerirnya. Namun bagi orang lain yang memiliki usus yang lebih sensitif, hal itu dapat menyebabkan diare.

Ketika kita makan capsaicin, molekul akan menstimulasi sesuatu yang dikenal sebagai reseptor VR1. Ini yang memberi tahu otak kita bahwa ada ‘pembakaran’ dalam tubuh. Otak mencoba menafsirkan stimulasi ini dan mulai melepaskan penghambat rasa sakit tubuh yang dikenal sebagai endorfin.




Ketika capsaicin mengganggu usus kecil, ia bergerak lebih cepat dari biasanya dan tiba di usus besar. Di sini, prosesnya biasanya melambat, tetapi reseptor-reseptor itu diaktifkan secara berlebihan dan sebagai pertahanan, usus besar mempercepat seluruh proses tersebut. Hal ini tidak memungkinkan usus besar menyerap air dan akhirnya membuat kita lari ke kamar kecil dan diare.

“Dengan kampanye makan #PedasYangBener, pencinta pedas akan menyadari bahwa pedas berlebihan justru bisa merusak selera makan, bukannya menambah selera makan,” kata Brand Manager Sambal Dua Belibis, Reggy Milyardi Prabowo baru-baru ini.

Senada, Chef profesional Yuda Bustara mengaku mengerti betul perbedaan selera tiap orang itu berpengaruh pada penilaian orang atas suatu hidangan. Hampir semua orang menyukai rasa pedas, namun tidak semua orang menyukai rasa pedas yang berlebihan.

“Di situlah pentingnya memilih sambal yang tepat yang memiliki rasa pedas yang pas karena semua orang bisa menikmati kadar pedasnya, rasa pedas yang khas karena terasa keaslian rasa pedasnya,” kata Chef Yuda.

Dengan kata lain, lanjutnya, rasa pedas yang benar itu memang menjadi bagian penting dalam memasak. Sebab jika terlalu pedas justru akan mengubah rasa.


“Malah seleranya jadi hilang, jadi pahit dan pedas sekali. Alhasil jadi enggak bisa dimakan. Saya sering menemukan YouTuber atau Food Blogger sangat suka makan sangat pedas. Saya yakin itu justru akan mengubah rasa makanan, padahal sejatinya cabai bisa menambah selera makan, originalnya jadi hilang, pahit, dan sakit perut,” kata Chef Yuda.



republished by AYO JALAN TERUS -   Good Day Good News :)  



Back to Top