Sejarah Kamikaze, Pasukan Pilot Bunuh Diri dari Jepang

Artikel Terbaru Lainnya :

  Ayo   Jalan Terus    - Pada akhir Perang Dunia II, posisi Jepang begitu terjepit. Angkatan Laut Kekaisaran hampir habis, sementara Angkatan Daratnya sudah kewalahan menghadapi gempuran Amerika. Pangkalan militer mereka yang sangat penting, Saipan, juga telah jatuh ke tangan sekutu. Hal ini diperparah lagi dengan deretan kekalahan yang harus diderita dan banyaknya pilot berpengalaman mereka yang tewas di medan perang. Di saat-saat genting itulah kepala staf komando Angkatan Laut Jepang mencetuskan sebuah ide yang tak terbayangkan sebelumnya...






Jepang menderita kekalahan hebat pada Pertempuran Midway yang terjadi pada 4-7 Juni 1942. Kekalahan itu membawa kerugian yang sangat besar bagi pihak Jepang. Armada kapal induk Jepang rusak parah, begitu parahnya hingga mereka tidak dapat lagi membentuk armada kapal induk besar dengan awak pesawat terlatih. Semua itu seolah tambah parah dengan tidak adanya persiapan untuk menggantikan kapal-kapal yang hancur dan juga pilot-pilot pesawat berpengalaman yang tewas.

Armada Udara Jepang saat itu hanya menyisakan 40 pesawat. Ada 34 pesawat tempur Mitsubishi Zero, tiga pesawat pembom torpedo Nakajima B6N, satu pesawat Mitsubishi G4M, dua pesawat pembom Yokosuka P1Y, dan satu buah pesawat pengintai. Rasanya hampir mustahil untuk melakukan perlawanan terhadap armada tempur Amerika yang memiliki kekuatan tempur lengkap.

Di situasi genting itulah wakil Laksamana Kimpei Teraoka yang juga merupakan staf komando Angkatan Laut di Filipina mencetuskan ide untuk menggunakan pasukan khusus. Pasukan ini nantinya akan dikirim untuk melakukan serangan bunuh diri yang disebut Kamikaze.

Para pilot kamikaze

Dalam bahasa Jepang, pasukan bunuh diri itu disebut dengan "tokubetsu kogeki tai" yang secara harfiah berarti 'unit serangan khusus", sebutan ini juga biasanya disingkat menjadi "tokkotai".


Kamikaze, Angin Ilahi yang Pernah Menyelamatkan Jepang

Sebelum membahas mengenai pasukan pilot Kamikaze, kalian bisa melihat dahulu sejarah  dari "Kamikaze" yang telah ada berabad-abad sebelumnya.

Jadi pada abad ke-13, bangsa Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan, cucu dari Genghis Khan, pernah mencoba melakukan invasi pada tahun 1274 dan 1281 Masehi. Namun dua kali mereka mencoba menginvasi Jepang, mereka selalu gagal. Penyebabnya bukan karena bangsa Jepang melakukan perlawanan, tetapi karena datangnya angin topan besar di negeri matahari terbit itu.

Angin topan itu kemudian membuat armada Mongol pontang-panting. Kapal-kapal mereka banyak yang tenggelam yang membuat Mongol akhirnya terpaksa meninggalkan rencana penaklukan mereka. Sejak saat itu Mongol tak pernah lagi mencoba untuk menyerang Jepang. Maka selamatlah Jepang dari penaklukan asing.

Ilustrasi Mongol menginvasi Jepang
Bagi rakyat Jepang, angin itu dianggap sebagai angin yang dikirim dewa untuk melindungi mereka dari para musuh. Angin itu kemudian disebut dengan "kamikaze" yang bila diterjemahkan berarti "angin ilahi" atau "angin roh".


Pasukan Kamikaze Dibentuk

Pada 15 Juli 1944 mimpi buruk Jepang kembali berlanjut. Setelah kekalahan fatal di Pertempuran Midway, kini pangkalan militer terpenting mereka yang bernama Saipan, jatuh ke pihak sekutu. Jatuhnya pangkalan militer ini memungkinkan pihak sekutu untuk membumi hanguskan pulau utama Jepang dengan menggunakan pesawat pembom jarak jauh mereka.

Jepang yang saat itu sudah terjepit menyadari tak ada lagi jalan untuk menerobos armada tempur Amerika dengan peralatan dan pasukan lengkap. Maka tercetuslah ide untuk membentuk pasukan khusus yang nantinya bertugas untuk melakukan penyerangan bunuh diri. 

Laksamana Kimpei Teraoka adalah orang yang mencetuskan ide ini yang kemudian direalisasikan oleh Takijiro Onishi yang menggantikan Teraoka pada Oktober 1944. Takijiro Onishi inilah yang kemudian dikenal sebagai Bapak Kamikaze.

Takijiro Onishi

Takijiro Onishi mengamati bahwa jika sebuah pesawat menabrakkan diri ke kapal perang maka akan menimbulkan kerusakan yang jauh lebih besar jika dibandingkan apabila pesawat menembaknya. Taktik inilah yang diharapkan dapat memberikan kerugian besar di pihak musuh meskipun sebagai gantinya Jepang harus mengorbankan jiwa para pilotnya.

Ide ini sebenarnya dianggap datang dari serangan pesawat bunuh diri Letnan Fusata Iida di Stasiun Udara Angkatan Laut Teluk Kaneohe yang terjadi pada tanggal 7 Desember 1941, sekitar 9 menit sebelum Jepang melakukan penyerangan ke Pearl Harbor di Hawaii. Secara dramatis, sang Letnan yang baru berusia 28 tahun itu menabrakkan pesawatnya ke US Naval Station yang menyebabkan Stasiun Angkatan Laut itu luluh lantak.

Pasukan serangan khusus ini juga sebenarnya bukan pertama kali dibentuk. Pada beberapa perang sebelumnya, yaitu pada perang Jepang melawan China (1894-1895) dan perang Jepang melawan Rusia (1905-1906), Jepang juga membentuk unit kapal torpedo yang melakukan bunuh diri untuk melumpuhkan musuh.

Sementara itu, pada 17 Oktober 1944 pasukan sekutu menyerang Pulau Suluan dan meletuslah pertempuran Teluk Leyte. Armada Udara Angkatan Laut Jepang yang berpangkalan di Manila, Filipina, bertugas membantu kapal Jepang yang mencoba menghancurkan pihak sekutu di Teluk Leyte.

Armada perang yang sangat minim ditambah dengan pilot-pilot tempur mereka yang makin langka karena kebanyakan tewas di medan pertempuran membuat Takijiro Onishi mengambil keputusan untuk membentuk kesatuan serangan bunuh diri atau Special Attack Air Force Kamikaze yang nantinya akan merekrut pilot-pilot berani mati.

Serangan Kamikaze pada dasarnya dilakukan dengan cara menerbangkan pesawat yang sarat akan persenjataan untuk kemudian menabrakannya ke kapal-kapal Amerika.
Pesawat tempur Mitsubishi Zero A6M5 tengah dipersiapkan untuk serangan Kamikaze

Kolonel Angkatan Laut Asaichi Tamai kemudian meminta Letnan Yukio Seki untuk memimpin pasukan yang berjumlah 23 orang pilot muda yang telah bergabung dengan misi tersebut. Ada moment ketika Seki lalu menutup matanya kemudian menunduk perlahan untuk berpikir. Sekitar 10 detik kemudian ia membuka matanya dan mengatakan "biar aku yang melakukan itu".

Sebelum benar-benar melaksanakan misi mereka, para pilot kamikaze lebih dahulu direkrut untuk menjadi sukarelawan. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa universitas di Jepang dan sama sekali bukan pilot profesional. Beberapa bahkan baru berusia 17 tahun.

Korporal Yukio Araki (17)
 salah satu pilot kamikaze tengah memegang anak anjing sebelum melakukan misi bunuh dirinya

Pada saat perekrutan mereka diberitahu bahwa takdir mereka adalah untuk menyelamatkan Jepang dari musuh sama seperti apa yang dilakukan topan Kamikaze yang melindungi mereka berabad-abad yang lalu. Motivasi para anak muda yang beredia untuk dijadikan pasukan khusus ini cukup beragam, mulai dari rasa patriotisme untuk negaranya, membawa kehormatan keluarga, hingga sebagai ajang membuktikan kemampuan diri.

Pilot-pilot Kamikaze itu menjalani puluhan jam pelatihan yang berat ditemani oleh pilot berpengalaman. Para pilot berpengalaman sendiri tidak diizinkan untuk melakukan misi ini karena dianggap terlalu berharga untuk dikorbankan karena masih banyak tugas lain yang harus diemban.

Ratusan calon pilot tanpa pengalaman itu biasa berlatih di tengah musim dingin dan terbang di tengah badai salju setinggi 1500 kaki. Mereka juga biasa dipukul dengan tongkat baseball atau bambu sebagai bagian dari pelatihan. Dengan latihan yang demikian keras dan berat, tak aneh jika beberapa orang di antara mereka mengalami gangguan psikologis.

Sebelum berangkat melakukan misi, para pilot itu biasanya berdoa lebih dahulu untuk keberhasilan misi mereka di kuil Yasukuni, Kuil Meiji, dan pelataran istana kekaisaran Jepang. Begitu hari yang ditentukan sudah dekat, orang tua para pilot itu diizinkan untuk mengunjungi putra mereka. Para pilot muda itu biasanya akan memberikan tanda mata sebagai ucapan perpisahan.

Beberapa siswi memberi semangat dengan melambaikan bunga pada para pilot kamikaze
sebelum pesawat lepas landas

Penduduk yang tinggal di Pulau Kikaijima yang berada di sebelah timur Amami Oshima, mengatakan bahwa pilot-pilot Kamikaze akan menjatuhkan bunga sakura ke udara saat terbang untuk misi terakhir mereka.


Serangan Pasukan Kamikaze 

Serangan pasukan pilot bunuh diri kamikaze disebut dilakukan oleh sebuah pesawat Jepang terhadap USS Indiana dan USS Reno di pertempuran Pulau Midway pada 1944.

Sementara itu pada2 21 Oktober 1944, kapal penjelajah milik Australia HMAS Australia diserang oleh pesawat Jepang tak dikenal tidak jauh dari Leyte Island. Menurut beberapa saksi mata, serangan ini adalah serangan kamikaze.

Serangan ini mengakibatkan 30 awak kapal Australia itu tewas, termasuk di dalamnya adalah Emile Dechaineux, Kapten Angkatan Laut Australia. Empat hari kemudian tanggal 25 Oktober 1944, Australia kembali diserang. Akibat serangan itu mereka akhirnya dengan terpaksa mundur ke Hebrides  (sekarang Vanuatu) untuk memperbaiki kapal yang sudah rusak parah.

USS Louisville setelah diserang oleh pasukan kamikaze

Serangan Kamikaze terus berlanjut di hari yang sama. Lima pesawat Zero yang dipimpin oleh Yukio Seki berhasil menghancurkan kapal Amerika, USS St. Lo. Walaupun hanya sebuah pesawat yang berhasil menabrak kapal penghancur tersebut, namun bom yang dibawa pilot kamikaze itu berhasil meledak dan menyebabkan gudang bom yang ada di kapal meledak dan menenggelamkan kapal. Kapal Amerika saat itu memang deknya terbuat dari kayu sehingga rentan terhadap serangan kamikaze, berbeda dengan milik Inggris yang deknya terbuat dari baja.

Kapal USS Essex juga mengalami kerusakan parah pada 25 November 1944. Pada serangan kamikaze tersebut, sebanyak 15 orang Amerika tewas dan puluhan orang lainnya terluka.


USS Essex setelah diserang oleh pasukan kamikaze

Sebenarnya pihak sekutu yang telah mempelajari teknik serangan kamikaze, mencoba untuk menghalau serangan dengan cara menembaki pesawat sebelum pesawat itu mendekat ke arah kapal. Pesawat kamikaze yang digunakan biasanya adalah pesawat buatan Jepang bernama Ohka. Pesawat ini melakukan serangan dari sudut tinggi.

Sementara itu kapal HMAS Australia yang mengalami rusak parah pada 25 Oktober 1944 kembali beroperasi pada Januari 1945 setelah mengalami perbaikan. Naasnya, kapal baru diperbaiki itu kembali diserang oleh kamikaze dan menewaskan 86 orang awak kapal.

Kapal Amerika lainnya USS Franklin juga mengalami nasib yang sama. Pada dini hari tanggal 14 Maret 1945 ketika kapal itu berada di 80 km dari daratan Jepang, sebuah pesawat Jepang menjatuhkan 250 kg bom ke atas kapal naas itu. Bom sebesar itu meledak dan menyebabkan kebakaran hebat di seluruh badan kapal.

Puncak serangan kamikaze terjadi pada 6 April 1945 tepatnya di Kepulauan Okinawa. Serangan ini menimbulkan kekacauan luar biasa. Sebanyak 21 kapal Amerika terbakar hebat dan tenggelam.  Lebih dari 350 serangan dilakukan kamikaze pada sekutu di saat yang bersamaan. USS Laffey diserang bertubi-tubi oleh 20 pesawat kamikaze sekaligus. Tanggal tersebut juga ditandai sebagai hari paling bersejarah serangan kamikaze pada Perang Dunia II.



Serangan Kamikaze ini secara keseluruhan telah membuat Jepang berhasil menenggelamkan 47 kapal perang, merusak 386 kapal perang, serta membunuh lebih dari 4900 tentara dan melukai 4800 orang lainnya.
Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Kamikaze
https://www.ancient-origins.net/ancient-places-asia-history-important-events/kamikaze-divine-winds-saved-japan-001995



Terima Kasih sudah membaca 😊 , Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu . Sekaligus LIKE fanspage  kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya 📌@Tahukah.Anda.Info  

📢  Sumber :  AyoJalanTerus.com ]  Membuka Mata Melihat Dunia 



Back to Top