Ulat sagu Halal ? Ini Kuliner Unik dari Papua yang kaya Gizi & Protein

Artikel Terbaru Lainnya :

  Ayo   Jalan Terus    - Papua menyimpan banyak keunikan mulai dari budaya, cara berburu, adat istiadat serta kulinernya. Jika Anda berkunjung ke Papua, jangan lupa untuk mencicipi kuliner unik yang satu ini, yaitu ulat sagu. Mendengar namanya saja sudah membuat Anda geli.

Ya, ulat sagu menjadi makanan khas Papua. Makanan khas suku Kamoro ini dipercaya mengandung vitamin tinggi. Ulat ini merupakan larva dari kumbang merah kelapa. Cara mendapatkannya hanya dengan menebang pohon sagu, kemudian batangnya dibiarkan membusuk.

Nah, pohon sagu yang membusuk tadi akan muncul ulat. Pohon kemudian dibelah untuk mengambil ulat yang ada.

Ulat ini berwarna putih dan ukurannya sebesar ibu jari. Anda bisa memakannya secara langsung atau dibakar seperti sate. Bisa juga diolah dengan cara direbus dan disajikan dengan sambal.

Bicara soal rasa, ulat sagu mempunyai rasa gurih dan terasa lunak di bagian dalam. Kandungan gizi di dalamnya sangat besar, seperti protein, asam amino serta bebas kolesterol.

Tak heran jika ulat ini sangat digemari masyarakat Papua. Anda berani mencobanya?

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi99_Rg2M27zXeZpl3ipVAQY52xUsfW4gMxN5KT5yqach5VlgDG8qYo37xUEOc3ypz8-l_VztNlD-r_h1DHUPevhA-aFL9BGWqqP_8UwT758zKoka9vbFpKo8UM0b4wTUGOTN8gVYf75v3V/s1600/14-2.jpg






Pohon Sagu dan Hukum Mengkonsumsi Ulat Sagu dalam Islam 

anya: Ustadz apa pendapat antum tentang ulat sagu, karena banyak orang Maluku tidak mau memakannya dengan beralasan jijik, apakah benar kalau setiap yang menjijikan adalah haram?.
Jawab: Bila seseorang baru mendengarkan nama “ulat sagu”, maka akan terbayang di benaknya bahwa itu adalah binatang yang menjijikan bahkan menggelikan, apalagi ingin memakannya.

Di SBB (Seram Bagian Barat) terkhusus di Hual Mual Belakang (Limboro dan sekitarnya) tidak dimakan “ulat sagu” ini, karena banyaknya ikan laut juga ikan sungai serta makanan yang beraneka ragam, namun ketika para penuntut ilmu dari Jawa, yang mereka datang ke Maluku pada tahun 2000, ketika ada dari mereka ke Limboro mereka sangat suka dengan “ulat sagu” tersebut, apalagi kalau mereka buat seperti sate, ditusuk dengan lidi lalu dibakar, namun masyarakat merasa jijik ketika melihat ulat-ulat tersebut, lebih-lebih kalau memakannya.
Dengan menyebutkan ini bukan berarti kami mengharomkannya, namun “ulat sagu” tersebut tidak membuat kami tertarik untuk memakannya, Abu Huroiroh Abdurrohman Rodhiyallohu ‘Anhu berkata: 
مَا عَابَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ، كَانَ إِذَا قُرِّبَ إِلَيْهِ طَعَامٌ، فَأَرَادَهُ، أَوِ اشْتَهَاهُ أَكَلَ، وَإِنْ لَمْ يُرِدْهُ تَرَكَه
“Tidaklah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mencela makanan sedikitpun, dahulu bila didatangkan kepada beliau suatu makanan, bila beliau menginginkan atau berselera maka beliau makan, dan jika beliau tidak menginginkannya maka beliau meninggalkannya”.
Hadits ini termasuk dari salah satu dalil yang menunjukan bahwa tidak setiap yang menjijikan adalah adalah harom, namun yang jadi patokan adalah dalil-dalil, karena seseorang bisa jadi jijik terhadap suatu makanan namun yang selainnya malah suka dengan makanan tersebut.
Banyak dari masyarakat Indonesia yang menjadikan ulat sebagai santapan yang lezat, diantaranya ulat sagu, ulat kayu jati dan yang sejenisnya.
Salah satu limbah dari hasil panen sagu adalah batang bagian pucuk pohon yang tidak dimanfaatkan, dia adalah tempat bertelurnya kumbang merah kelapa (Rhynchophorus Ferrugenesis). Larva dari kumbang ini dikenal dengan “ulat sagu” atau dalam bahasa Limboro-SBB adalah “howe”.
Ulat sagu ini bisa dijadikan bahan subsitusi pakan ternak atau juga lauk bergizi yang bebas kolesterol, juga mengandung protein, selain kandungan protein yang cukup tinggi, ulat sagu juga mengandung beberapa asam amino esensial, seperti asam aspartat, asam glutamat, tirosin, lisin, dan methionin.
Karena mengandung protein tinggi dan bebas kolestrol maka masyarakat memanfaatkan ulat sagu ini sebagai sumber makanan, dan dapat membantu mengurangi hama pada tanaman kelapa.
Termasuk kelalaian bagi para pemanen sagu, ketika mereka melihat ulat sagu sedangkan mereka tidak memakannya maka mereka membiarkannya, sebaiknya mereka ambil lalu mereka berikan kepada binatang peliharaan seperti ayam atau ikan-ikan peliharaan, sehingga keberadaan ulat sagu tersebut tidak menjadi hama terhadap pohon kelapa atau yang semisalnya.
Apabila ulat sagu dibiarkan hingga menjadi dewasa maka dia akan berubah menjadi kumbang kelapa, yang nantinya akan merusak tanaman kelapa, sagu, kelapa sawit, enau, dan nipah atau yang semisalnya.
Ulat sagu ini paling mendominasinya adalah hidup di batang sagu yang sudah ditebang, ketika batangnya sudah membusuk disitulah akan bermunculan ulat-ulat yang tumbuh hingga besar semisal jari-jari tangan manusia, berwarna putih, biasanya ulat sagu ini akan muncul pada batang pohon yang telah selesai dipangkur. Dengan membusuknya batang pohon akan memancing kedatangan kawanan kumbang untuk bertelur padanya.
Adapun pohon sagu maka dia tumbuh di pinggir sungai atau di sawah yang mengandung air atau di sumber-sumber mata air atau disetiap bumi yang mengandung air.
Adapun manfaatnya sangat banyak, diantaranya:
  • Pohon kecilnya dapat dimanfaatkan yaitu pada pelepahnya, ketika di tebang maka akan keluar cairan yang bisa digunakan untuk lem.
  • Jika sudah berumur setahun ke atas maka pelepah beserta daun-daunnya dapat dimanfaatkan, pelepahnya untuk dinding rumah atau pagar rumah atau juga bisa digunakan sebagai pengalas bawah “sero” (rumah kecil di tengah laut) adapun daunnya bisa digunakan untuk atap rumah atau tempat penampung makanan semisal keranjang.
  • Batangnya bila sudah saatnya untuk diolah, maka ditebang lalu dibelah batangnya, lalu di tumbuk (di pangkur), kemudian disalurkan air pada hasil dari pangkuran tersebut, lalu diaduk, setelah itu di saring, hasil saringannya tercampur dengan air hingga berwarna putih semisal tepung terigu, ketika sudah mengering maka tampaklah dia sebagai tepung sagu, setelah itu dimasukan ke keranjang yang terbuat dari daun sagu, terkadang dalam satu batang sagu menghasilkan puluhan keranjang, setiap keranjang isinya sekitar 20 kg atau lebih atau kurang, tergantung besar kecilnya.
Dari tepung sagu ini bisa diolah menjadi berbagai macam makanan lezat, diantaranya:
  • Papeda, cara membuatnya adalah diaduk dengan air hingga merata, setelah itu dituangkan air mendidih lalu diaduk sampai warnanya berubah menjadi coklat, setelah itu siap dihidangkan dengan kuah ikan, daging atau sayur-sayuran atau cairan manis semisal madu, susu atau yang semisalnya, dan papeda ini bisa juga digunakan untuk lem.
  • Kue dan roti, terkadang berbentuk sagu lempeng, sagu kelapa, ambal kelapa, roti bale-bale dan yang semisalnya.
  • Bubur mutiara, dia berbentuk seakan-akan mutiara, terkadang orang menggunakannya untuk bahan campuran pada makanan atau minuman.
Penduduk Jawa sering menyebutkan bahwa sagu adalah makan pokok penduduk Maluku, ini tidak benar, karena di SBB atau kebanyakan penduduk di Maluku tidak memakan sagu ini melainkan sangat jarang, hal demikian itu karena di Maluku terdapat berbagai macam makanan yang tidak didapati di selainnya, semua yang kami sebutkan ini adalah termasuk dari keni’matan yang wajib bagi kita untuk mensyukurinya, dengan menggunakaannya untuk ketaatan kepada Alloh, Alloh Ta’ala berkata:
(كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ)
“Makanlah oleh kalian dari rezki Robb kalian, dan bersyukurlah kalian kepada-Nya”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (27/1/1436).



Terima Kasih sudah membaca 😊 , Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu . Sekaligus LIKE fanspage  kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya 📌@Tahukah.Anda.Info  

📢  Sumber  

Repulished by AyoJalanTerus.com ]  Membuka Mata Melihat Dunia 



Back to Top