Kesederhanaan Rasulullah SAW dan Tangisan Abu Bakar

Artikel Terbaru Lainnya :

[ AyoJalanTerus.com ]  Nabi Muhammad hidup dengan sangat sederhana. Suatu hari Rasulullah SAW beristirahat di rumahnya sambil berbaring di atas tikar yang terbuat dari daun-daun tamar (palem).



Mengutip buku Kisah Nur dan Teladan Buat Perindu Syurga, Volume 1, karya Zubaidi Wahyono Rahmat, dalam hadis Ibnu Abbas dijelaskan, Umar bin Khattab datang ketika Rasulullah sedang tidur di atas tikar yang membuat bekas pada kulit beliau di bagian sisi. Sontak Umar pun berkata, “Wahai Nabi Allah! Andaikan engkau menggunakan permadani tentu lebih baik dari tikar ini”. Maka beliau pun bersabda: “Apa urusanku terhadap dunia? Permisalan antara aku dengan dunia bagaikan seorang yang berkendaraan menempuh perjalanan di siang hari yang panas terik, lalu dia mencari teduhnya di bawah pohon beberapa saat di siang hari, kemudian dia istirahat di sana lalu meninggalkannya.” (HR at-Tirmidzi 2/60, al-Hakim 4/310, Ibnu Majah 2/526).
Dalam suatu peristiwa lain pula, ketika Rasulullah menikahkan putrinya, Fatimah dengan Ali bin Abi Talib. Pada masa itu Rasul menjemput Abu Bakar, Umar dan Usamah untuk membawakan perlengkapan pernikahan Fatimah. Mereka tertanya-tanya apakah yang disiapkan Rasulullah untuk putri tercinta dan menantunya yang tersayang itu?
Ternyata, Rasulullah hanya menyiapkan gandum yang telah digiling, kulit binatang yang disamak, cerek dan sebiji pinggan, ketika mengetahuinya, Abu Bakar menangis.
“Ya, Rasulullah, hanya inikah persiapan untuk Fatimah?” tanya Abu Bakar tersedu-sedan.”Ini sudah cukup bagi orang yang berada di dunia,” jawab Rasulullah menenangkannya. Kemudian Fatimah keluar dari rumah dengan memakai pakaian pengantin yang cukup bagus, tetapi mempunyai 12 tambalan, tanpa perhiasan yang berharga mahal.
Setelah menikah, Fatimah rutin menggiling gandum, membaca al-Quran, mentafsirkan kitab suci dengan hatinya, dan menangis. Itulah salah satu kemuliaan diri Fatimah. Acara pernikahan putri Rasulullah itu memang sederhana kerana kesederhanaan merupakan bagian dari kehidupan Rasulullah sendiri.
Sebenarnya, Rasulullah mampu menyelenggarakan acara pesta mewah untuk pernikahan puterinya dengan meminta bantuan para sahabat yang kaya.
Namun, sebagai manusia agung, kemegahan tidaklah bermakna. Rasulullah ingin menunjukkan kesederhanaan dan sifat qanaah (puas hati), yang merupakan kekayaan yang hakiki. Rasulullah pernah bersabda, “Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan iman dan dicerminkan dalam sifat qanaah.”
Bersifat qanaah berarti menerima ketentuan Allah dengan sabar, dan menarik diri dari kecintaan kepada dunia. Iman, kesederhanaan dan qanaah adalah sesuatu yang tidak boleh dipisahkan. Seorang mukmin akan bersikap sederhana dalam hidupnya, dan kesedehanaan itu ditunjukkan daripada sifat qanaahnya.
Rasulullah bersabda, “Qanaah adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap.”
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah berkata, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripadamu dan jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi. Itulah tembok yang kukuh supaya kamu tidak menghina pemberian Allah kepadamu.” (Riwayat Bukhari)
Sifat qanaah itu sangat dijunjung oleh Islam, Rasulullah selalu menganjurkan supaya berqanaah dalam kehidupan, yakni merasa puas dan cukup dengan apa yang ada saja. Apa yang telah ditentukan oleh Allah dari rezeki sehari-hari, syukuri tetapi usaha mestilah diteruskan.
Jangan sampai berdukacita akan kekurangan rezeki atau penderitaan hidup, karena itu telah ditakdirkan Allah SWT. Segala takdir dan ketentuan dari Allah SWT itu ada hikmatnya. (kl/rol)




Terima Kasih sudah membaca 😊 , Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu . Sekaligus LIKE fanspage  kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya 📌@Tahukah.Anda.Info   Membuka Mata Melihat Dunia 

📢  Sumber  





Back to Top