Hari ini, Tanggal 14 Februari, Valentine’s Day Budaya Maksiat Berkedok Kasih Sayang

Artikel Terbaru Lainnya :

[ AyoJalanTerus.com ]  Pengantar

Sebagian besar muda-mudi di berbagai tempat sudah keranjingan memperingati Valentine’s Day tiap 14 Februari. Mereka menyebutnya dengan Hari Kasih Sayang.
Pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran di dunia Barat, dan kini merambah ke negara-negara berkembang dan negara-negara Islam, termasuk Indonesia, merayakan cinta dan kasih sayangnya.


Ungkapan perasaan cinta itu di antaranya melalui saling bertukar benda bersimbol Valentine, seperti : kartu berbentuk hati dan gambar bersayap.
Lambat laun, bukan hanya tukar kartu ucapan, namun juga tukar pemberian berbagai macam hadiah, biasanya oleh kaum pria kepada wanita. Hadiah-hadiahnya biasa berupa bunga mawar, cokelat, perhiasan dan lainnya. Hingga kemudian tukar nafsu syahwat melalui janji saling kencan. Na’udzbillaah.
Namun ternyata bukan hanya muda-mudi, anak-anak usia dini pun banyak yang merayakan Valentine tersebut dengan memberikan hadiah special untuk teman sekelasnya. Bahkan mengucapkan cintanya serta bermaksud menjadikannya sebagai pacaranya.
Asal-Usul Valentine
Ustadzah Irene Handono, mantan biarawati, yang kemudian menjadi Muslimah, dan kini da’iyah, mengatakan, Valentine kini sudah menjadi budaya modern remaja.
Padahal menurutnya, dari sisi sejarah maupun misi utama perayaannya, merupakan nilai-nilai ajaran Kristen. Antara lain ada yang menyebutkan, awalnya adalah dari nama Santo Valentine, asalnya pemuda bernama Valentino, yang meninggal tanggal 14 Februari 269 M. Ia mati menjalani hukuman eksekusi Raja Romawi Claudius II (265-270 M).
Santo Valentine dieksekusi karena menentang ketetapan raja, yaitu memimpin gerakan menolak wajib militer, dan memerintahkan mengawinkan pasangan muda-mudi yang justru terlarang.
Dalam versi lainnya, Irene menyebutkan, Valentine terkait dengan penyembahan dewa-dewi pada zaman Athena Kuno pada pekan perayaan yang berlangsung tanggal 13 hingga 18 Februari.
Puncak penyembahan berlangsung tanggal 13-14 Februari, dengan acara ritual persembahan untuk Dewi Cinta Juno Februata. Pada puncak acara tersebut dilangsungkan lotre pasangan (Love Lottery), di mana para wanita muda memasukkan nama mereka ke sebuah bejana. Kemudian para pria mengambil satu nama dalam bejana itu, dan nama yang terpilih akan menjadi kekasihnya selama festival persembahan berlangsung.
Untuk menarik masyarakat masuk ke gereja, maka diadopsilah perayaan penyembahan berhala tersebut oleh Paus Gelasius pada tahun 469 M. ke dalam ajaran Saint Valentine’s Day. Hingga akhirnya diresmikanlah sebagai Hari Valentine sejak 14 Februari 498 M.
“Kini perayaan itu semakin mendunia menjadi ajang pergaulan bebas kaum muda, yang terang-terangan sebagai misi pendangkalan akidah generasi muda Islam,” ujar Irene.
Samuel Zweimer dalam Konferensi Gereja di Quds tahun 1935 mengatakan, misi utama Hari Valentine adalah untuk menjadikan generasi muda Muslim yang semakin jauih dari Islam, menjadi generasi yang hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.
Perbuatan Maksiat dan Dosa
Valentine’s Day kini telah menjadi bentuk pesta hura-hura, simbol modernitas, sekedar simbol cinta, glamour, dan sudah mulai bernuansa pergaulan bebas. Muda-mudi pun mengadakan pesta Valentine hanya karena ikut-ikutan supaya tidak dibilang ketinggalan zaman atau tidak gaul, seakan-akan telah menyandang predikat sebagai orang yang modern dan maju.
Bagaimana menyikapinya, wahai generasi muda Muslim? Jelas tidak ikut-ikutan merayakannya. Ini seperti ditegaskan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Yunahar Ilyas, yang mengimbau umat Islam agar tidak memperingati Hari Valentine.
“Valentine itu karena dari segi sejarahnya juga bukan dari Islam, tapi agama lain. MUI mengimbau umat Islam tidak usah ikut-ikutan Valentine,” kata Yunahar Ilyas (Republika, 13/2/2017).
Menurutnya, Valentine sering kali menjadi dalih untuk mengumbar sahwat. Misalnya, dengan berpesta pora, pacaran, atau bahkan melakukan seks bebas. Karena itu, Yunahar meminta pihak orang tua Muslim untuk menjaga diri dan keluarganya dari mudarat tersebut.
“Kepada para remaja, agar jangan ikut-ikutan Valentine. Islam mengajarkan, kasih sayang itu diungkapkan setiap hari. Tak ada hari spesial. Sayang kepada orang tua, saudara, antara suami dan istri. Bukan dalam arti hubungan bebas atau pacaran,” lanjutnya.
Senada dengan itu, Mudzakarah Jawatan Kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia juga berpandangan bahwa amalan merayakan Valentine’s Day tidak pernah dianjurkan oleh Islam. Roh perayaan tersebut mempunyai unsur-unsur yang bercampur dengan perbuatan maksiat dan itu dilarang oleh Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Dumai, Provinsi Riau, sejak 2001 sudah mengingatkan warga Muslim di daerahnya untuk tidak ikut merayakan hari Valentine karena bukan termasuk budaya Islam. Disamping itu juga karena Valentine cenderung kepada hal berbau negatif dan mengarah ke pergaulan bebas.
“Para orangtua juga diingatkan agar meningkatkan kualitas kebersamaan dengan anak sesuai ajaran Islam dan mengawasi anak supaya tidak ikut merayakan valentine tersebut,” imbau MUI Dumai.
Di beberapoa negeri Muslim, seperti Pakistan, pemerintahnya juga secara resmi melarang perayaan Valentine di negaranya, karena bertentangan dengan ajaran Islam.
Secara landasan hukum Islam sangat jelas dalam hal melarang umatnya meniru atau menyerupai budaya dan cara hidup orang bukan Islam. Ini berdasarkan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
 مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya : “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (H.R. Abu Daud dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ’Anhu).
Di dalam Al-Quran antara lain disebutkan:
 أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُہُمۡ لِذِڪۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡہِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُہُمۡ‌ۖ وَكَثِيرٌ۬ مِّنۡہُمۡ فَـٰسِقُونَ
Artinya : “Dan janganlah mereka (kaum mukminin) seperti orang-orang telah diturunkan Al Kitab sebelumnya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Al-Hadid [57] : 16).
Imaam Ibnu Katsir berkata saat menafsirkan ayat tersebut bahwa Allah telah melarang kaum Mukminin untuk menyerupai kepada mereka dalam perkara apapun, baik yang sifatnya prinsipil maupun yang hanya merupakan perkara cabang.
Dasar ayat lainnya adalah :
 وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ‌ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولاً۬
Artinya : “Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Q.S. Al-Isra [17] : 36).
Pada sisi lainnya, umumnya acara Valentine Day diadakan dalam bentuk pesta pora dan huru-hara. Ini juga sangat bertentangan dengan peringatan Allah :
 إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا
Artinya : “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Isra [17] : 27).
Valentine merupakan budaya barat dan bertentangan dengan budaya Muslim. Apalagi, itu untuk ajang menghalalkan pergaulan bebas. Padahal saling menumbuhkan kasih sayang kepada sesama manusia merupakan ajaran Islam, tetapi tidak seperti hari Valentine. Justru, agama Islam sangat mengajarkan untuk menjaga silaturahmi dan menumbuhkan rasa kasih sayang antarsesama dalam sepanjang hari, sesuai dengan jaran ilahi tentunya.
Caranya, dengan yang lebih beradab, yakni dengan ta’aruf (saling mengenal), khitbah (melamar), kemudian akad nikah, secara resmi dan sah. Tidak kucing-kucingan, tidak selingkuhan, tidak bermaksiat.
Penutup  
Begitulah, jika tidak hati-hati, maka akan muncul generasi-generasi pengekor, generasi yang akan mengikuti ajaran dan perilaku agama lain, sejengkal demi sejangkal, lama-lama semuanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan dalam sabdanya :
 لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
Artinya : “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Alanglah baiknya jika generasi muda Muslim, remaja-remaja putera-puteri mengisi aktivitas dengan kegiatan yang positif, bermanfaat dan syar’i, dengan berbagai kemasan yang tidak kalah menariknya.
Sehingga menjadi generasi yang berkepribadian dan berkarakter Islam serta tidak mudah ikut-ikutan perilaku, budaya dan perkataan di luar ajaran Islam. Apalagi sampai menjurus pada perbuatan syirik dan maksiat yang merusak akidah.
Ya Allah, kuatkanlah generasi muda Muslim dengan aqidah Islam yang sahih dan istiqamah, akhlaqul karimah, ilmu pengetahuan, dan semangat juang menegakkan Islam. Aamiin. (RS-2/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)



Terima Kasih sudah membaca 😊 , Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu . Sekaligus LIKE fanspage  kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya 📌@Tahukah.Anda.Info   Membuka Mata Melihat Dunia 

📢  Sumber  





Back to Top