Artikel Terbaru Lainnya :
[ AyoJalanTerus.com ] Menteri Agama Fachrul Razi enggan menanggapi panjang lebar kontroversi ‘agama musuh terbesar Pancasila’ yang meluncur dari bibir Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi saat wawancara di salah satu media nasional beberapa waktu lalu. Alasannya, Yudian sudah mengklarifikasi dan maksud ucapannya tidak seperti yang diributkan.
“Beliau (Yudian wahyudi) sudah klarifikasi, kita pegang klarifikasinya itu. Dia sudah luruskan bahwa bukan begitu maksudnya. Artinya, dia bilang bahwa betul-betul bahwa Pancasila itu didukung oleh semua agama,” kata Fachrul usai mengikuti acara di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 13 Februari 2020.
Yudian jadi sorotan setelah ucapannya di momen wawancara dengan salah satu media nasional tersebar di media sosial dan viral. Ia menyebut bahwa ada kelompok yang mereduksi agama untuk kepentingan sendiri yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,” ujarnya.
Sontak pernyataan Yudian itu memantik kritik dan protes dari sejumlah kalangan, di antaranya politikus Partai Gerindra, Fadli Zon. Menurutnya, pernyataan Kepala BPIP itu justru menyesatkan karena mengadu domba anak bangsa. Itu diungkapkan Fadli melalui akun twitternya, @fadlizon.
“Kepala BPIP ini tuna sejarah n tak ngerti Pancasila. Ia membenturkan agama sbg musuh terbesar Pancasila. Bubarkan sajalah BPIP ini, krn justru menyesatkan Pancasila n mengadu domba anak bangsa,” tulis Fadli, dikutip pada Rabu 12 Februari 2020.
Hal senada diungkapkan oleh Politikus Partai Demokrat, Andi Arief. Menurutnya, pernyataan Kepala BPIP yang juga Rektor UIN Sunan Kalijaga itu berbahaya secara logika.
“Pernyataan kepala BPIP berbahaya karena logika terbalik, Pancasila itu lahir di Indonesia karena sudah ada agama dan kekuatan berbasis agama. Pancasila memberi ruang kesepakatan yang terbuka, adil dan taat aturan main,” ujar Andi lewat akun Twitternya.(*glr)
“Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,” ujarnya.
Sontak pernyataan Yudian itu memantik kritik dan protes dari sejumlah kalangan, di antaranya politikus Partai Gerindra, Fadli Zon. Menurutnya, pernyataan Kepala BPIP itu justru menyesatkan karena mengadu domba anak bangsa. Itu diungkapkan Fadli melalui akun twitternya, @fadlizon.
“Kepala BPIP ini tuna sejarah n tak ngerti Pancasila. Ia membenturkan agama sbg musuh terbesar Pancasila. Bubarkan sajalah BPIP ini, krn justru menyesatkan Pancasila n mengadu domba anak bangsa,” tulis Fadli, dikutip pada Rabu 12 Februari 2020.
Hal senada diungkapkan oleh Politikus Partai Demokrat, Andi Arief. Menurutnya, pernyataan Kepala BPIP yang juga Rektor UIN Sunan Kalijaga itu berbahaya secara logika.
“Pernyataan kepala BPIP berbahaya karena logika terbalik, Pancasila itu lahir di Indonesia karena sudah ada agama dan kekuatan berbasis agama. Pancasila memberi ruang kesepakatan yang terbuka, adil dan taat aturan main,” ujar Andi lewat akun Twitternya.(*glr)
Yudian Yang Babak Belur
Begitulah jika pikiran didasari kepada sentimen negatif dan menginterpretasi sendiri tanggungjawab dan tugas ber-Pancasila-nya. Ruwet jadinya.
BPIP adalah badan baru yang perlu perumusan jelas akan tupoksinya. Perlu uji coba manfaat tidaknya. Sebagai pejabat baru Ketua Badan sebaiknya lakukan dulu konsolidasi internal dan rumuskan program. Setelah pasti dan jelas, baru berkomentar ini dan itu.
Yudi Latif, Ketua terdahulu, saja "bingung" sehingga akhirnya mengundurkan diri.
Sentimen negatif kepada umat Islam adalah salah besar. Apalagi sok paling "beragama" dengan modal memimpin universitas berbasis agama. Mestinya Yudian sadar dirinya miskin pengalaman dalam jabatan ketatanegaraan yang menjadi basis tugas bidang yang diembannya.
Menyalahkan pandangan ideologi kepada umat beragama sangat tidak bijak. Bapak Yudian bukan yang paling pintar, hebat, atau benar dalam beragama. Apalagi berideologi. Merendahlah
BPIP adalah badan baru yang perlu perumusan jelas akan tupoksinya. Perlu uji coba manfaat tidaknya. Sebagai pejabat baru Ketua Badan sebaiknya lakukan dulu konsolidasi internal dan rumuskan program. Setelah pasti dan jelas, baru berkomentar ini dan itu.
Yudi Latif, Ketua terdahulu, saja "bingung" sehingga akhirnya mengundurkan diri.
Sentimen negatif kepada umat Islam adalah salah besar. Apalagi sok paling "beragama" dengan modal memimpin universitas berbasis agama. Mestinya Yudian sadar dirinya miskin pengalaman dalam jabatan ketatanegaraan yang menjadi basis tugas bidang yang diembannya.
Menyalahkan pandangan ideologi kepada umat beragama sangat tidak bijak. Bapak Yudian bukan yang paling pintar, hebat, atau benar dalam beragama. Apalagi berideologi. Merendahlah
sedikit.
Melabrak asas Islam ormas dan parpol tanpa relevansi historisnya, mengejek ijtima ulama, lalu menyimpulkan bahwa agama musuh terbesar Pancasila maka dipastikan menimbulkan reaksi.
Tokoh masyarakat, ulama, ormas Islam, hingga pimpinan partai politik pun ikut "menggebuk" Yudian yang sembarang omong. Pokoknya babak belurlah pak Ketua ini.
Usulan pun beragam. Ada yang mengimbau agar meluruskan pandangan, minta Presiden memecat Yudian, ada pula yang lebih menohok yaitu BPIP dibubarkan saja.
Semua adalah efek dari pandangan tak berkualitas Prof Yudian Wahyudi. Posisinya semakin terjepit.
Ditunjang riwayat buruk soal pelarangan cadar dan meloloskan desertasi "menghalalkan zina" maka Yudian ke depan "bertumpuk dosa" dan akan semakin sulit untuk berbuat.
Kini sudah ada pula yang ancang-ancang melaporkan ke Kepolisian atas dasar delik penistaan atau permusuhan agama.
Secara moral Presiden Jokowi tak pantas mempertahankan figur seperti ini. Sebelum pilihan memberhentikan maka panggil baik-baik Yudian, tawarkan yang bersangkutan agar mengundurkan diri dari jabatan yang diembannya.
Jika dibiarkan atau jabatan ketua tetap dipegang maka cara pandang hubungan Pancasila dan agama sebagaimana pandangan Yudian dapat dinilai oleh publik sama dan sejalan dengan pandangan Presiden. Presiden menanggung beban yang tak perlu.
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Sumber: [RMOL]
Melabrak asas Islam ormas dan parpol tanpa relevansi historisnya, mengejek ijtima ulama, lalu menyimpulkan bahwa agama musuh terbesar Pancasila maka dipastikan menimbulkan reaksi.
Tokoh masyarakat, ulama, ormas Islam, hingga pimpinan partai politik pun ikut "menggebuk" Yudian yang sembarang omong. Pokoknya babak belurlah pak Ketua ini.
Usulan pun beragam. Ada yang mengimbau agar meluruskan pandangan, minta Presiden memecat Yudian, ada pula yang lebih menohok yaitu BPIP dibubarkan saja.
Semua adalah efek dari pandangan tak berkualitas Prof Yudian Wahyudi. Posisinya semakin terjepit.
Ditunjang riwayat buruk soal pelarangan cadar dan meloloskan desertasi "menghalalkan zina" maka Yudian ke depan "bertumpuk dosa" dan akan semakin sulit untuk berbuat.
Kini sudah ada pula yang ancang-ancang melaporkan ke Kepolisian atas dasar delik penistaan atau permusuhan agama.
Secara moral Presiden Jokowi tak pantas mempertahankan figur seperti ini. Sebelum pilihan memberhentikan maka panggil baik-baik Yudian, tawarkan yang bersangkutan agar mengundurkan diri dari jabatan yang diembannya.
Jika dibiarkan atau jabatan ketua tetap dipegang maka cara pandang hubungan Pancasila dan agama sebagaimana pandangan Yudian dapat dinilai oleh publik sama dan sejalan dengan pandangan Presiden. Presiden menanggung beban yang tak perlu.
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Sumber: [RMOL]
Terima Kasih sudah membaca 😊 , Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu . Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya 📌@Tahukah.Anda.Info Membuka Mata Melihat Dunia
📢 Sumber
📢 Sumber