TERKUAK, Napi Beberkan untuk Keluar Bayar Rp 5 Jutaan, Menteri Yasonna Laoly Kembali Jadi Sorotan

Artikel Terbaru Lainnya :

[ AyoJalanTerus.com ]   Dengan alasan mengurangi rantai penyebaran virus corona, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) membuat kebijakan untuk membebaskan sejumlah nara pidana (Napi).

Kebijakan ini pun turut menuai kontroversi.

Ada yang mengkritik pelepasan Napi ini akan membuat masyarakat tambah panik.


Terbaru, kebijakan ini dimanfaatkan oleh oknum petugas di lapas.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menargetkan dapat mengeluarkan dan membebaskan sekitar 30.000 hingga 35.000 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyebut, narapidana dan anak yang bisa mendapatkan asimilasi harus memenuhi syarat telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020.

Sementara bagi narapidana anak telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020.

Selain itu, dalam rapat dengan DPR RI, Yasonna juga mengusulkan perubahan PP Nomor 99 Tahun 2012.

Setidaknya terdapat empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.

Satu di antaranya adalah narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.

Sementara bagi narapidana anak telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020.

Selain itu, dalam rapat dengan DPR RI, Yasonna juga mengusulkan perubahan PP Nomor 99 Tahun 2012.

Setidaknya terdapat empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.

Satu di antaranya adalah narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.


Rupanya, pembebasan napi dengan program asimilasi dimanfaatkan oleh oknum petugas.

Bahkan, seorang napi yang saat ini sudah bebas lewat program asimilasi mengaku harus membayar jutaan untuk mendapatkan tiket tersebut.

Menurut seorang napi berinial A (37), dirinya diminta uang Rp 5 juta oleh oknum petugas demi bisa dapat tiket asimilasi.

"Kalau enggak bayar enggak bakalan keluarlah.

Istilahnya ini 'tiket' makanya harganya lumayan.

Dikasihnya lewat napi lain sih, kepercayaan petugas lah," kata A saat ditemui di Jakarta Timur, Selasa (14/4/2020) dikutip TribunnewsBogor.com dari Tribun Jakarta.

Menurutnya bukan hanya dia seorang yang ditawari bebas dengan persyaratan menyetorkan uang.

Sejumlah narapidana lain yang secara persyaratan sudah memenuhi syarat dapat asimilasi pun ditawari bila ingin bebas.

"Saya minta ke keluarga di luar biar kirim uangnya.

Kalau uangnya sudah masuk baru kita dipanggil untuk proses pembebasan," ujar A yang dipenjara karena kasus penganiayaan.




Narapidana Lapas Cipinang lainnya, S (41) juga mengaku dimintai uang agar dapat menjalani sisa masa tahanannya bersama keluarga.

S menuturkan para narapidana yang 'ditarik' uang demi dapat asimilasi tidak keberatan karena mereka dapat bebas meski rutin wajib lapor.

Berada di rumah dengan keluarga lebih baik ketimbang di penjara karena harus mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan.

"Itu juga sempat saya tawar. Awalnya diminta Rp7 juta, cuma karena saya sanggupnya Rp 5 juta dikasih.

Saya mikir di dalam lebih lama malah habis duit banyak, kan di dalam juga keluar uang," tutur S.

Sebelumnya Plt Dirjen PAS Kemenkum HAM Nugroho mengaku sudah mendengar adanya oknum petugas yang meminta uang imbalan ke narapidana dalam program asimilasi.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, memberikan Asimilasi Rumah bagi 13 orang WBP

Pihaknya pun sudah membentuk tim guna menyelidiki kasus tersebut, bila terbukti pihaknya tak segan mencopot oknum petugas tersebut.

Ini sesuai intruksi Menkumham Yasonna Laoly yang meneken Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 tentang pemberian asimilasi dan hak integrasi dalam rangka pencegahan Covid-19.

"Bila perlu Kakanwilnya, Kadivpasnya, dan apa yang terlibat copot saja sudah. Pak Menteri sudah bilang gitu," kata Nugroho.

(TribunnewsBogor.com/Tribun Jakarta)





Back to Top