Covid-19 Gempur PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Artikel Terbaru Lainnya :

[ TahukahAnda.info ]  Oleh:Abdurachman

PROBLEM meroket, awak media ketiban berita. Kasus Covid-19 Jawa Timur mendaki tajam, para dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FKUA) banyak yang tumbang, sebagian meninggal.

22 orang diantaranya positif Covid-19 (Tempo, 19 Juni 2020). Jumlah itu memegang rekor kasus PPDS tercemar Covid-19 di seluruh Indonesia. Rumah Sakit Dr. Soetomo menjadi garda depan rujukan tertinggi di Indonesia Timur, para PPDS UA berada di lini depan.

Tak pelak beruntun komentar positif dan negatif di seantero group WA. Terlebih komentar para dokter sebagai sejawat medis.

Mengapa para mereka yang masih muda harus terdampak parah, padahal secara statistik semestinya mereka lebih kebal? Apakah karena kelelahan, atau karena fasilitas sarana dan prasarana yang luput dari jaminan tinggi, atau karena mereka lalai, atau mungkin karena masih yunior belum ‘banyak’ pengalaman menghadapi Covid-19? Entah siapa yang berhak menjawabnya.




Boleh jadi masyarakat yang paling keliru karena mereka tidak taat sehingga kasus meningkat tajam, mungkin karena PPDS sendiri yang lalai, atau apa karena Jawa Timur memang tempat yang ‘paling cocok’ untuk Covid-19.

Yang jelas, PPDS adalah para dokter yang diniatkan, paling tidak oleh para orang tua beliau-beliau untuk mengayuh masa depan cemerlang, bukan terhempas pupus harapan dihadapan covid-19 yang tak pilih pandang. Itu sebagian curah pendapat sejawat senior dokter RS Soetomo.

Dokter Muda yang Digdaya

Imunitas menjadi modal utama kehandalan manusia menghalau Covid-19. Semua pakar medis sepakat tentang itu; di Indonesia, organisasi kesehatan dunia (WHO), juga seluruh penjuru bumi. Masalahnya, variabel pemegang kunci kuatnya imunitas itu apa?

Sesuai hukum pasangan (Abdurachman, 2014) varibel yang dimaksud hanya sepasang, fisik dan nonfisik. Varibel fisik dibahas secara luas, bahkan para awam pun mengenalnya sampai pada mereka yang berdiam di pelosok negeri.Cuci tangan, pakailah masker, jaga jarak, berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi, termasuk mengonsumsi vitamin.

Varibel nonfisik jarang ditekuni, padahal 90 persen lebih potensi imunitas dipengaruhi faktor bukan fisik. Laporan Helifax-Grof, J. dalam “Hex Death” membawa fakta menarik.

Helifax-Grof mengungkap sebuah kasus yang terjadi pada seorang pengacara berusia limapuluh tahunan. Ia punya tiga orang anak. Pengacara itu sedang di puncak karier.

Tubuhnya atletis, mencerminkan kondisi kesehatannya yang bugar. Satu-satunya persoalan adalah sakit perut yang dirasakannya datang dan pergi selama beberapa minggu. Pada pemeriksaan medis, tidak ditemukan sesuatu yang mengkhawatirkan.

Hanya saja pria itu bersikeras meminta dilakukan scan perut. Ia hanya ingin memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang berarti di dalam perut.

Permintaannya terkesan melampaui pengetahuan dokter yang merawat. Sang dokter mengikuti saja kemauannya.

Betapa terkejut dokter itu ketika menerima informasi ada benjolan dalam pankreas. Radiolognya mengatakan kemungkinan kanker.

Sang dokter dengan bijak melakukan diskusi dengan pengacara itu. Ia memberikan beberapa kemungkinan solusi yang bisa ditempuh, antara lain melakukan operasi.

“Tak ada operasi”, pasien itu menyanggah sang dokter dengan penuh hormat. “Tak ada gunanya, tak seorang pun selamat dari kanker pankreas,” sambungnya.

Dokternya kembali menjelaskan bahwa kesimpulan yang diambilnya belum sepenuhnya benar. Memang secara statistik hasil pengobatan kanker pankreas belum menggembirakan, namun sebagian penderita berhasil selamat.

Lagipula, informasi radiologis bukanlah diagnosis pasti. Masih diperlukan serangkaian pemeriksaan untuk memperoleh hasil akurat.

Hari itu juga pasien minta dimasukkan ke rumah sakit. Ia terlihat sangat cemas dan ketakutan. Apa pun informasi yang ditujukan untuk membuatnya tenang seolah tak berguna. Tatapannya hampa. Ia enggan berbicara kepada siapa pun.

Malam harinya ketika sang dokter berkunjung, pasien itu dalam keadaan terbaring kaku. Rahangnya mengencang, alis matanya mengerut. Walau ia diberi informasi nilai normal hasil tes darahnya, tidak membuatnya berubah. Ia tidak peduli. Lalu, keesokan harinya sang dokter menemukannya meninggal di atas pembaringannya.

Sikap negatif, cemas, ketakutan berlebihan mengantar pengacara yang secara fisik berperawakan atletis-sehat pamit pulang secepat kilat.

Para pakar medis Amerika Serikat banyak mempublikasi betapa dahsyat sikap positif menghentak imunitas meningkat pesat. Tidak hanya menghalau penyakit karena virus semisal SARS-CoV-2, bahkan sikap positif mampu menyelamatkan penderita HIV-AIDS kembali sembuh sempurna. Tidak cukup di situ, para penderita kanker ganas pun sembuh sempurna melalui sikap unggul ini.

Para pakar medis yang berkisah peran penting sikap positif antara lain; Larry Dossey, Deepak Chopra dan Bernie S. Siegel. Tokoh terakhir, Siegel sangat mengejutkan karena sempat membukukan 57 kasus kanker ganas payudara yang sembuh total melalui sikap positif. Salah satu buku best seller-nya adalah “Love, Medicine and Miracles”. Bukti 57 kasus kanker ganas ada dalam buku itu.

Volume kerja yang tinggi, pengetahuan yang masih perlu diungkit, rasa tertindih akibat jenjang senioritas, sehingga boleh jadi melayani pasien menjadi tugas yang membeban. Beberapa rasa yang mengarah kepada sikap negatif ini pasti berpengaruh kepada potensi imunitas residen dokter usia muda yang mestinya handal.

Bukankah sesuai hukum Newton setiap aksi pasti menimbulkan reaksi. Di dalam imunologi, setiap stimulus pasti menimbulkan respons.

Apa pun stimulus yang harus dihadapi, jika selalu diarahkan kepada respons positif hasilnya ‘pasti’positif. Termasuk di dalam melayani kasus Covid-19 yang masih kerasan di Jawa Timur. Upaya terus bersyukur, optimis, senang, gembira ria penuh semangat yakin bisa membalik situasi rumit menjadi tantangan positif, merupakan salah satu upaya sadar yang berujung kepada kemenangan para residen juga para tenaga medis seluruhnya.

Mari kita dukung seluruh residen dokter lini depan PPDS FKUA-RS. Dr. Soetomo untuk semakin hebat dan sehat, selamat di dalam setiap langkah tugas mulia yang menjadi lahan pengabdian terbaik dokter.

Semoga para beliau selalu bersikap positif dalam menjalankan jenjang pendidikan, juga pelayanan yang berpotensi memuliakan!

(Gurubesar FK Universitas Airlangga, Past President of Indonesia Anatomists Association (IAA), Executive Board Member of APICA)


📢 Republished by [Tahukah Anda ?]  




Back to Top