Artikel Terbaru Lainnya :
[ TahukahAnda.info ] Dr Prijo Sidipratomo: Inilah Kondisi Dokter yang Sebenarnya
📢 Republished by [Tahukah Anda ?]
https://health.detik.com/doctors-life/d-2048375/dr-prijo-sidipratomo-inilah-kondisi-dokter-yang-sebenarnya
Hingga masuk liang kubur, hanya 2 profesi yang dikagumi Dr Prijo Sidipratomo, SpRad yaitu dokter dan guru. Kalau ada omongan miring soal profesi dokter, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini menjelaskan kondisi dokter Indonesia yang sebenarnya.
"Sampai masuk liang kubur, ada 2 profesi yang saya kagumi, yaitu guru dan dokter. Semakin tua, semakin ditanya dan dicari orang. Dan sepanjang ia masih kompeten, ia sangat berguna bagi kepentingan masyarakat sekitarnya," jelas Dr Prijo kepada detikHealth seperti ditulis, Senin (1/10/2012).
Menurutnya, yang membuat profesi dokter jadi berarti adalah karena dokter punya kesempatan untuk berinteraksi dekat dengan masyarakat. Jadi dokter benar-benar memahami apa kebutuhan masyarakat.
Yang kedua, dokter terbiasa mencari penyebab atau causa dalam melakukan pekerjaan. Jadi dokter terbiasa melakukan upaya analisis karena setiap kali bertemu pasien selalu bertanya, 'bapak atau ibu sakitnya apa?'
Sisi manusiawi memang begitu menonjol, tapi bagaimana kondisi dokter Indonesia saat ini?
Kehidupan dokter di Indonesia, menurut Dr Prijo tidaklah seglamour yang dibayangkan masyarakat. Bahkan menurut Dr Prijo, saat ini permasalahan yang dialami dokter indonesia adalah ketidakjelasan jenjang karirnya. Mengapa demikian?
Dr Prijo menuturkan, dulu sewaktu masih dikendalikan oleh kementerian kesehatan, jenjang karir dokter masih jelas. Dokter bisa mengambil birokrasi atau mengambil spesialisasi. Yang mau ambil birokrasi akan disekolahkan oleh negara untuk mengambil gelar master of public health yang nantinya akan menjadi kepala dinas tingkat II, tingkat I sampai tingkat Kementerian Kesehatan.
Sedangkan bagi yang ingin mengambil spesialis, sepanjang pernah menjalani pendidikan dokter inpres, dokter punya semacam kunci pas untuk menjalani profesi dokter spesialis. Dan ketika itu pendidikan dokter spesialis tidak dibebani ongkos. Kalaupun ada, biayanya sangat terjangkau oleh dokter yang baru lulus. Berbeda dengan sekarang yang biaya pendidikan dokternya jauh lebih mahal.
"Sepanjang hal ini tidak diselesaikan, maka ini akan menghambat ketertarikan orang dengan profesi kedokteran itu sendiri. Orang nanti enggan menjadi dokter. Bahkan saya sudah menemui orang yang sudah 2 tahun menjadi dokter memilih menghentikan profesinya dan akan mengambil sekolah pilot. Dia merasa sekolah pilot dengan biaya yang hampir sama tapi waktu yang lebih singkat, dia mendapat penghargaan yang jauh lebih baik daripada dokter," jelas Dr Prijo yang mengaku sejak kecil memang sudah mengagumi profesi dokter.
Oleh karena itu, Dr Prijo berupaya bagaimana agar para dokter ini dapat tetap sejahtera. Menyambut pemberlakuan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) pada tahun 2014 nanti, sistem pengelolaan prosedur kedokteran akan lebih efisien dan ketat. Upaya penyelewengan-penyelewengan medis yang selama ini banyak dituduhkan masyarakat kepada dokter juga akan diminimalisir.
Oleh karena itu, Dr Prijo dan IDI juga harus bersiap-siap. Sebagai ketua IDI, ia berupaya mengajak dokter dan masyarakat untuk memperkuat sistem layanan primer, yaitu layanan kesehatan di puskesmas atau dokter umum yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Menurut Dr Prijo, dengan sistem layanan primer yang kuat, maka masyarakat yang sehat akan dijaga agar tetap sehat. Sistem layanan primer yang solid juga merupakan investasi jangka panjang karena masyarakat sehat akan punya inovasi untuk melakukan kreatifitas. Pada akhirnya produktifitasnya akan jadi lebih baik.
"Saya mendorong bahwa layanan primer harus menjadi keutamaan dengan target kita akan menghasilkan generasi berikutnya yang tangguh. Sebab minimal mulai lahir sampai berusia 2 tahun, ada penjagaan secara sistem. Kalau itu bagus, maka dia akan tumbuh menjadi generasi yang memiliki kemampuan otak yang luar biasa," jelas Dr Prijo.
Dr Prijo menambahkan, dengan adanya layanan primer yang bagus, maka rujukan di layanan sekunder atau rumah sakit kabupaten dan di atasnya akan berkurang. Dengan demikian, masyarakat didorong agar tak lagi berbondong-bondong ke dokter spesialis jika layanan puskesmasnya sudah prima.
Mengenai tudingan masyarakat yang mengatakan dokter banyak main mata dengan perusahaan obat dan meresepkan obat yang mahal-mahal bagaimana?
"Kalau hal itu, kejadiannya lebih banyak terjadi di kota-kota besar. Itupun juga tidak semuanya benar. Tapi hal itu bisa terkikis manakala diterapkan program BPJS. Dengan universal coverage, tidak lagi ada seperti itu karena semua obat akan dilihat efisiensinya dan diatur. Ada juga proses audit, betulkah orang sakit dikasih ini dan kalau dia tidak betul akan diberhentikan dari anggota asuransi," ungkap Dr Prijo.
Penyelewengan itu lanjut Dr Prijo hanya terjadi pada sistem yang fee for services. Bahayanya sistem fee for services adalah penyimpangan seperti itu, karena industri akan berlomba-lomba mendapat keuntungan dan mempengaruhi semuanya.
"Belum tentu dokter yang dipengaruhi, bisa jadi nanti ia mempengaruhi rumah sakit, direktur rumah sakit yang mengambil kebijakan berusaha dipengaruhi agar mau pakai obat dia, in return nanti dia dapat apa. Jadi nanti jatuhnya mungkin bukan ke dokter lagi," jelasnya.
Kenapa Memilih Jadi Dokter
Dr Prijo yang merupakan dokter spesialis radiologi telah menjabat sebagai ketua umum sejak tahun 2009. Namun ia telah terjun ke masyarakat menjadi dokter sejak tahun 1983. Ia mengaku, menjadi dokter sebenarnya bukanlah keinginan awalnya. Namun karena menuruti harapan ibu, dr Prijo pun mantap memasuki sekolah kedokteran.
"Sebenarnya cita-cita saya murni itu jadi insinyur pertambangan, bukan dokter. Tapi ibu saya minta dan ya sudah. Kebetulan bidang yang saya kuasai adalah bidang fisika, makanya saya jadi dokter radiologi. Karena senang public health ya akhirnya sampai jadi ketua IDI," ungkap Dr Prijo.
Lambat-laun, dr Prijo pun menemukan keasikannya dengan dunia kedokteran. Setelah ia terjun sebagai dokter umum dan banyak menangani pasien, ia makin mencintai profesinya.
Selama menjadi dokter, Dr Prijo mengaku pengalaman yang paling berbekas adalah ketika ia masih ditempatkan sebagai dokter inpres di pedalaman, tepatnya di Puskesmas Kecamatan Kapuas Tengah yang jaraknya sekitar 450 km dari Palangkaraya. Ketika itu, ia harus menolong ibu hamil yang mengalami abortus atau keguguran dan terjadi perdarahan akibat abortus yang tidak lengkap.
Karena keterbatasan alat, Dr Prijo yang saat itu baru lulus sekolah kedokteran harus melakukan kuretase dengan tangan kosong. Penanganan cepat memang harus dilakukan karena kondisi pasien sudah hampir shock akibat kebanyakan darah yang keluar. Hanya bermodalkan cuci tangan dan infus, Dr Prijo berhasl menyelamatkan nyawa ibu tersebut.
Pengalaman kedua yang berkesan juga terjadi ketika menangani persalinan di pedesaan. Ketika itu pemerintah sedang gencar melakukan pelatihan kepada dukun beranak di pedalaman mengenai pentingnya kebersihan lewat puskesmas. Dr Prijo adalah salah satu dokter yang menjalankan misi itu. Suatu malam, ia dipanggil dukun beranak yang ia latih karena si dukun menghadapi kasus sulit, yaitu persalinan kembar.
Sang dukun berani menolong apabila bayi yang dilahirkan hanya seorang. Karena ternyata bayinya ada 2, ia pun angkat tangan dan memanggil bantuan Dr Prijo. Untungnya Dr Prijo memang pernah diajarkan menangani persalinan kembar dan berhasil meloloskan 2 jabang bayi dari rahim ibunya. Sebagai seorang dokter muda ketika itu, kedua pengalaman tersebut sangat berarti karena menyangkut persoalan hidup mati pasien.
Biodata
Nama Lengkap: Dr Prijo Sidipratomo, SpRad.
Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 11 Maret 1958
Istri: Dr Diah Farida, Sp(A)
Pendidikan
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia (1977 - 1983)
Sekolah Spesialisisi Radiologi Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia (1986 – 1989)
Karir
Kepala Puskesmas Kecamatan Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah (1984-1986)
Dokter Spesialis Radiologi RS Zainal Abidin, Aceh (1989 - 1992)
Staf Pengajar Departemen Radiologi Universitas Syiah Kuala, Aceh (1989 -1992)
Staf pengajar Departemen Radiologi RSCM - FKUI (1992 - sekarang)
Ketua Prodi Radiologi FKUI (1997 – 2003)
Ketua IDI cabang Jakarta Pusat (1994 – 2001)
Ketua IDI wilayah DKI Jakarta (2001 – 2006)
Kepala Bagian Radiologi RSCM (2002 - 2004)
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PBSRI) (2003 - 2006)
Wakil Dekan Bidang Non Akademik FKUI (2004 -2008)
Presiden IDI (2006 - 2009)
Ketua Umum IDI (2009 – sekarang)
Ketua Komnas Pengendalian Tembakau (2011 - sekarang)
Praktik
RSCM
RS Siloam Karawachi
Organisasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Komnas Pengendalian Tembakau
Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PBSRI)
(pah/ir)
Dr Prijo yang merupakan dokter spesialis radiologi telah menjabat sebagai ketua umum sejak tahun 2009. Namun ia telah terjun ke masyarakat menjadi dokter sejak tahun 1983. Ia mengaku, menjadi dokter sebenarnya bukanlah keinginan awalnya. Namun karena menuruti harapan ibu, dr Prijo pun mantap memasuki sekolah kedokteran.
"Sebenarnya cita-cita saya murni itu jadi insinyur pertambangan, bukan dokter. Tapi ibu saya minta dan ya sudah. Kebetulan bidang yang saya kuasai adalah bidang fisika, makanya saya jadi dokter radiologi. Karena senang public health ya akhirnya sampai jadi ketua IDI," ungkap Dr Prijo.
Lambat-laun, dr Prijo pun menemukan keasikannya dengan dunia kedokteran. Setelah ia terjun sebagai dokter umum dan banyak menangani pasien, ia makin mencintai profesinya.
Selama menjadi dokter, Dr Prijo mengaku pengalaman yang paling berbekas adalah ketika ia masih ditempatkan sebagai dokter inpres di pedalaman, tepatnya di Puskesmas Kecamatan Kapuas Tengah yang jaraknya sekitar 450 km dari Palangkaraya. Ketika itu, ia harus menolong ibu hamil yang mengalami abortus atau keguguran dan terjadi perdarahan akibat abortus yang tidak lengkap.
Karena keterbatasan alat, Dr Prijo yang saat itu baru lulus sekolah kedokteran harus melakukan kuretase dengan tangan kosong. Penanganan cepat memang harus dilakukan karena kondisi pasien sudah hampir shock akibat kebanyakan darah yang keluar. Hanya bermodalkan cuci tangan dan infus, Dr Prijo berhasl menyelamatkan nyawa ibu tersebut.
Pengalaman kedua yang berkesan juga terjadi ketika menangani persalinan di pedesaan. Ketika itu pemerintah sedang gencar melakukan pelatihan kepada dukun beranak di pedalaman mengenai pentingnya kebersihan lewat puskesmas. Dr Prijo adalah salah satu dokter yang menjalankan misi itu. Suatu malam, ia dipanggil dukun beranak yang ia latih karena si dukun menghadapi kasus sulit, yaitu persalinan kembar.
Sang dukun berani menolong apabila bayi yang dilahirkan hanya seorang. Karena ternyata bayinya ada 2, ia pun angkat tangan dan memanggil bantuan Dr Prijo. Untungnya Dr Prijo memang pernah diajarkan menangani persalinan kembar dan berhasil meloloskan 2 jabang bayi dari rahim ibunya. Sebagai seorang dokter muda ketika itu, kedua pengalaman tersebut sangat berarti karena menyangkut persoalan hidup mati pasien.
Biodata
Nama Lengkap: Dr Prijo Sidipratomo, SpRad.
Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 11 Maret 1958
Istri: Dr Diah Farida, Sp(A)
Pendidikan
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia (1977 - 1983)
Sekolah Spesialisisi Radiologi Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia (1986 – 1989)
Karir
Kepala Puskesmas Kecamatan Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah (1984-1986)
Dokter Spesialis Radiologi RS Zainal Abidin, Aceh (1989 - 1992)
Staf Pengajar Departemen Radiologi Universitas Syiah Kuala, Aceh (1989 -1992)
Staf pengajar Departemen Radiologi RSCM - FKUI (1992 - sekarang)
Ketua Prodi Radiologi FKUI (1997 – 2003)
Ketua IDI cabang Jakarta Pusat (1994 – 2001)
Ketua IDI wilayah DKI Jakarta (2001 – 2006)
Kepala Bagian Radiologi RSCM (2002 - 2004)
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PBSRI) (2003 - 2006)
Wakil Dekan Bidang Non Akademik FKUI (2004 -2008)
Presiden IDI (2006 - 2009)
Ketua Umum IDI (2009 – sekarang)
Ketua Komnas Pengendalian Tembakau (2011 - sekarang)
Praktik
RSCM
RS Siloam Karawachi
Organisasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Komnas Pengendalian Tembakau
Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PBSRI)
(pah/ir)
https://health.detik.com/doctors-life/d-2048375/dr-prijo-sidipratomo-inilah-kondisi-dokter-yang-sebenarnya