Artikel Terbaru Lainnya :
[ TahukahAnda.info ] "Mengapa rela," di sini bisa di-breakdown jadi 2:
- Kok mau?
- Kok mampu?
Karena banyak penjual yang rela berarti banyak penjual yang mau dan mampu. Mau itu soal apa motivasi mereka, sedangkan mampu adalah apakah secara teknis, keuangan bisnis mereka bisa balance
Mau tapi gak mampu, gak jadi. Pasti banyak pembaca di sini yang merasa begini. Mampu tapi gak mau, gak jadi juga. Contohnya penjual produk mewah seperti Apple
Kok mau?
Kalau pertanyaannya adalah apa motivasi mereka, ya standar aja sih:
- Biar laku
- Banyak review, di mana segmen pembeli mudah dihibur dengan harga. Coba aja cek review, mau barang jelek, kalo murah pasti tetep banyak yang bilang, "lumayan lah buat harga segini," atau, "barang sesuai harga."
- Banyak follower
- Jadi star seller
- Poin 2 sampai 4, bakalan balik lagi ke poin 1
FYI aja nih. Pada titik tertentu, terutama star seller yang review-nya udah di atas 2500, overdemand-undersupply itu lebih sering terjadi daripada oversupply-underdemand
Artinya lebih susah memenuhi permintaan (fulfillment dan yang pada rewel kak kapan barangnya ready lagi) daripada ngabisin penawaran (stok barang)
Di titik ini, barang tetap bisa laris walaupun harganya gak dicoret dan unreasonably high. Misal kita jual rugi 6% selama 2 bulan pertama, sampai jadi star seller dan punya bintang 5 di atas 2500, 3 bulan berikutnya kita bisa jual margin 20% ke atas, dan itu pun kamu bakalan exhausted sendiri di fulfillment-nya
Itu belum termasuk momen campaign tanggal kembar, yang efeknya merata buat semua seller baik syopi emol maupun seller baru dengan performa toko bapuk
Mungkin kalau ada yang inget, dulu pas syopi 12.12 banyak beredar video di twitter tentang penjual online yang fulfillment-nya sampai makan jalan komplek, karena garasi rumahnya udah gak muat lagi
Oke itu soal apa motivasi mereka
Kok mampu?
Pertanyaan berikutnya, kok mereka bisa/shanggup/mampu banting harga?
Dilemanya penjual baru dan awam adalah mereka menganggap itu sebagai praktik 'bakar duit', jadi kesannya padat modal banget (emang iya sih, tapi masih bisa dijangkau kok sama UMKM asal risk-nya calculated)
Nah soal kenapa mampu ini, ada 2 faktor:
- Shopee 99
- Economies of scale
Shopee 99
Saya pernah di-WA seorang key account manager sebuah platform e-commerce, bukan syopi, "Pak, ada bluetooth speaker yang bisa dibakar 5rb gak? Minimal stok 2."
"Wah, yang paling mendekati cuma ada yang 50rb Bu."
"Bukan yang harganya mendekati 5rb Pak, tapi mau Bapak bakar, 2 unit aja gapapa, di harga 5rb. Jadi Bapak cuma rugi 100rb."
Pendek cerita setelah saya propose ke manager saya, kami deal
To be fair saya belum pernah ikut syopi 99. Bukannya gak pernah ditawarin, tapi waktu ditawarin saya nolak karena yang tadi saya bilang, syopi itu saya jual dengan harga unreasonably high aja tim CS dan supply chain saya udah megap-megap. Ikutan syopi 99 sama aja saya ngebunuh, atau minimal nyiksa tim saya sendiri
Tapi saya yakin cara kerjanya sama:
- Pembelian di syopi 99 itu dibatasi 1 unit per akun, jadi gak mungkin orang ngeborong kecuali emang dia punya banyak akun. Teman satu batch MT saya yang waktu itu jadi team leader CS cross border kalau jam istirahat gogoleran di musola sambil pesen-pesen barang 99 perak. Minggu depannya di kantor dateng kardus syopi isinya gantungan baju, sendal swallow, minyak goreng, dll. Karena walaupun semua harganya 99 perak, dia cuma bisa beli satu jenis satu
- Stoknya juga dibatasi. Ini bukan cuma memberikan seller hak untuk memperhitungkan berapa nilai barang yang mau mereka bakar, tetapi juga untuk ngakalin yang namanya 'bar flash sale'
Bar flash sale syopi
Bagi pembeli awam mungkin mengira karena flash sale itu makin murah, makin banyak, makin ramai, jadi penjual diharapkan nyetok barang di harga flash sale sebanyak-banyaknya. Realitanya tidak demikian
Justru key account manager dan campaign marketing manager syopi itu selalu membatasi jumlah stoknya. Misal saya mau flash sale 2000 unit siap saya bakar 99 perak, kemungkinan besar key account manager syopinya akan bilang, "maaf Pak bisanya cuma 150," atau bahkan terkadang cuma bisa 30
Kenapa? Biar bar-nya cepet penuh, biar pembeli makin berebut, jadi membatasi waktu bagi mereka untuk bertransaksi, yang artinya memperbanyak mereka beli barang tanpa kesadaran penuh, alias mereka beli dalam keadaan terhipnotis
Buat yang pernah jadi korban, gak usah malu. Itu justru menunjukkan syaraf respon di otak Anda masih sehat. Yang gak sehat adalah yang saat diberi stimulasi psikis, gak merespon. Mungkin Anda depresi
Jadi kalau Anda masih mikir e-commerce itu isinya kumpulan anak-anak IT. Mohon maaf, yang bermain di sini adalah anak-anak psikologi dan sosiologi. Secara UI/UX, syopi itu justru jelek banget menurut saya haha
Okeey masih kuat? Lanjut ke faktor kedua
Economies of Scale
Mari kita main tebak harga. Berapa harga beli produk-produk di bawah ini?
Yang kanan bawah abaikan saja, itu operations executive-nya lagi depresi kayanya jadi salah masukin kategori
40 ribu? 30 ribu? Ya! Anda salah. Harga belinya 300-an per pc
Mari kita main lagi. Berapa harga beli produk-produk di bawah ini?
Abaikan yang kiri atas, itu operations executive-nya lupa nyoret harga (jadi harga coret itu ada masa berlakunya. Kalau abis, harus bikin lagi. Kalau gak sadar bahwa dia udah abis, nah gitu deh jadinya)
Ya mungkin kali ini Anda sudah tidak tertipu lagi. 300? 200? Ya! Salah lagi. Yang benar 90-an
Heran? Jangan heran dulu. Selanjutnya saya tanya, berapa pcs barang-barang tersebut masuk ke Indonesia dalam sekali beli? Mungkin dari jumlah produk terjualnya udah keliatan ya ada yang 1100, ada yang 2100, dll.
Jadi berapa? 3000? 5000? Ya! Salah lagi. Jawabannya adalah 25–30 ribu. Jadi tiap 3 bulan sekali, datang minimal 5 kontainer dari Shenzhen berisi ratusan jenis produk. Biasanya yang masih testing the water cuma 1000–10000, tapi yang udah banyak review-nya kaya printilan-printilan di atas, minimal 15 ribu, rata-rata 25 ribu
Itulah yang disebut economies of scale
Dikutip dari Wikipedia:
In microeconomics, economies of scale are the cost advantages that enterprises obtain due to their scale of operation (typically measured by the amount of output produced), with cost per unit of output decreasing with increasing scale.
Dikutip dari Investopedia:
When more units of a good or service can be produced on a larger scale, yet with (on average) fewer input costs, economies of scale are said to be achieved.Alternatively, this means that as a company grows and production units increase, a company will have a better chance to decrease its costs. According to this theory, economic growth may be achieved when economies of scale are realized.
Untuk info lebih lanjut, hubungi Adam Smith
Penjelasan singkatnya gini. Kenapa mobil ini murah padahal profit margin-nya tebal?
Dan kenapa pula mobil ini mahal padahal profit margin-nya negatif alias jual rugi?
Karena mobil yang satu cara bikinnya gini:
Yang satu lagi kaya gini:
Keliatan bedanya? Yang satu tinggal satu orang pencet tombol (gak sesederhana itu juga sih, but you got my point) jadi mobil banyak. Yang satu lagi udah gotong royong satu RT sebulan cuma jadi satu
So what? Semakin besar kapasitas produksi, semakin rendah utilisasi produksi yang dibutuhkan untuk membuat produk pada jumlah yang sama. Gak paham? Gini
Ada orang ini:
Sama orang ini:
Sama-sama disuruh ngangkat ini:
Siapa yang lebih capek? Yang satu mungkin gak kerasa kaya ngapa-ngapain, yang satu lagi udah mengorbankan seluruh jiwa raganya masih tetep gak keangkat
Balik ke konteks syopi tadi, semakin pabrik sanggup produksi banyak, semakin murah biaya rata-rata untuk memproduksi per pc-nya. Itulah kenapa ada yang namanya pusat grosir, karena semakin besar partai barang yang dibeli, makin murah harga per pc-nya. Ibu-ibu kulakan Tanah Abang pasti paham lah tanya aja
Nah, barang yang tadi dibilang, "rela banting harga," sesungguhnya itu baru harga ecerannya saja. Ya gak mungkin seller itu jualan di syopi tapi barangnya dia beli eceran di Senayan City
Kalau ada yang pernah usaha kuliner, pasti paham kalau bumbu masak kaya royco dan kawan-kawannya itu lebih murah kalau beli satu ember di lotte wholesale daripada beli satu renceng di warung Bu Imas di pertigaan gang mesjid
Kalau satu hari kamu berkesempatan jalan-jalan ke Shenzhen, nanti bakalan liat di sana toko kelontong segede satu IKEA, milik satu vendor isinya barang-barang yang ada di Miniso
Miniso itu mah itungannya eceran, kecil. Segitu aja bagi sebagian belahan masyarakat kita, masih dianggap murah kan?