Nagara Institute: Kebanyakan Kepala Daerah Bermasalah Hukum Bukan Kader Organik Partai Politik

Artikel Terbaru Lainnya :

Nagara Institute: Kebanyakan Kepala Daerah Bermasalah Hukum Bukan Kader Organik Partai Politik

Partai politik diminta untuk menyiapkan figur-figur terbaik yang berasal dari kader organik organiasi partai untuk diusung dalam Pilkada serentak 2020.

Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faisal menyebutkan, permintaan tersebut untuk meminimalisir terjadinya kepala daerah berurusan dengan kasus hukum.

Dalam riset terkini Nagara Institut, kata Akbar Faisal, kepala daerah yang bermasalah dengan hukum mayoritas diisi oleh orang-orang yang bukan kader opartai politik.

“Riset Nagara Institute menunjukkan sebagian besar kepala daerah yang bermasalah secara hukum dan terjaring OTT KPK dan atau lembaga penegak hukum lainnya yakni Kejaksaan dan Polri tidak memiliki kualifikasi yang cukup. Bahkan kader pun bukan,” kata Akbar dalam keterangannya, Senin (27/7).

Berdasarkan riset itu, catatan hitam kepala daerah hasil tiga pilkada serentak tahun 2015, 2017 dan 2018 lalu, dalam hal tindak korupsi dan dicokok oleh KPK serta telah mendapatkan putusan tetap pengadilan ditemukan 56 kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota.

Terbanyak, bupati sebesar 74 persen dan walikota serta gubernur masing-masing 13 persen.

Temuan lainnya adalah para kepala daerah yang bermasalah ini terbanyak bukanlah kader internal partai. Belum lagi tindakan tercela lainnya yang semakin mencederai demokrasi kita berupa kolusi dan nepotisme.

“Ini menunjukkan realita antara perbuatan tercela korupsi dengan proses rekrutmen tidak bisa dipisahkan dan parpol seharusnya ikut bertanggungjawab. Rekomendasi Nagara ini adalah jalan 3menuju perbaikan atas kerusakan dari kesalahan rekrutmen calon kepala daerah selama ini,” tegasnya.

Untuk itu, sambung Akbar, Nagara Institute memberikan rekomendasi kepada para pimpinan parpol dan ditembuskan kepada presiden, ketua MPR, DPR dan DPD serta para pimpinan lembaga tinggi negara lainnya dan lembaga penegak hukum seperti Jaksa Agung, Polri dan Ketua KPK berisi tiga poin.

Hal pertama adalah parpol hanya mencalonkan kader internal yang sekurang-kurangnya telah berproses dalam parrai selama lima tahun, dan atau pernah  ditugaskan memperjuangkan ideologi partai dan menutup pintu bagi kandidat non-kader. Ini sebagai bentuk kedisiplinan pada pengelolaan partai politik yang berbasiskan kader.

Meski seorang kader, namun harus memenuhi integritas politik, kapasitas politik dan kapabilitas politik. Termasuk didalamnya integritas hukum yang dikategorikan dalam cluster integritas politik.

Kedua, memiliki kapasitas politik di mana seorang calon kepala daerah harus memenuhi dua variabel yakni, memiliki kompetensi akademik dan kompetensi  praktis.

Pada kompetensi akademis, seorang calon kepala daerah haruslah memiliki latar belakang akademik yang baik, memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap demokrasi dan pemerintahan yang cukup.

Ketiga, memiliki kapasitas politik, yakni kemampuan dan pengalaman politik dalam berbagai bidang terkhusus sosial ekonomi politik agar kepala daerah yang terpilih kelak tidak lagi menghabiskan waktu menghadapi masalah politik yang timbul akibat kelemahan mengelola segala sumber daya politik yang ada di daerahnya. (Rmol)


source https://www.kontenislam.com/2020/07/nagara-institute-kebanyakan-kepala.html
Back to Top