Pengakuan Siswi Non-Muslim Yang Sudah Lama Memakai Jilbab ke Sekolah

Artikel Terbaru Lainnya :

PADANG - Persoalan siswi non-muslim yang memakai jilbab di sekolah SMKN 2 Padang menimbulkan pro dan kontra.

Lalu bagaimana pandangan dari siswi non-muslim sendiri?

Angelia Zega, adalah siswi protestan di SMKN 2 Padang. Dirinya mengaku, telah memakai jilbab semenjak SMP.

"Dari SMP juga pakai jilbab, SMPN 4. Ngikutin peraturan sih, dan juga menyesuaikan. Itu secara pribadi ya," ungkap Angel saat diwawancara Kompas TV.

Meski demikian, dirinya tidak mengaku terpaksa untuk menggunakan jilbab tersebut.

"Ada di peraturannya ada untuk kita memakai atribut dan memakai jilbab gitu, tapi tidak ada unsur paksaan. Boleh menolak, dan bisa mengusulkan secara pribadi juga. Kebetulan Angel mengikuti aja gitu, karena Angel merasa ini cuma atribut," ungkapnya menambahkan.

Selain Angel, Eka Maria Putri juga merupakan seorang siswi beragama kristen yang bersekolah di SMKN 2 Padang.

Ia pun mengamini, telah memakai jilbab semenjak SD, lantaran mengikuti aturan sekolah.

Pada awalnya, ia sempat merasa terpaksa untuk menggunakan jilbab tersebut.

"Terpaksa? kembali lagi di awalnya tentu iya, karena agama saya non-muslim, kristen. Tapi karena  sudah terbiasa, karena lingkungan saya sekitarnya muslim dan diarahkan menggunakan hijab, jadi saya nggak terpaksa lagi kok Pak. Seenggaknya seragam dengan teman-teman yang lain," ungkap Eka kepada Kompas TV.



Siswi Non-Muslim SMKN 2 Padang: Jilbab tak Dipaksa

PADANG - Siswi kelas XII SMK Negeri 2 Padang Elisabeth Angelia Zega merasa tidak keberatan selama ini mengenakan jilbab ke sekolah. Angel merasa tidak ada kerugian dengan mengenakan pakaian yang membuat dirinya seperti siswi beragama Islam.

"Tidak ada unsur paksaan. Dan saya juga sudah dari SMP memakai jilbab," kata Angel, Senin (25/1/2021), seperti dilansir Republika.

Angel mengatakan, dirinya bisa saja mengusulkan kepada pihak sekolah supaya dapat memakai pakaian yang tidak memakai jilbab. Tapi, ia tidak melakukan hal itu karena ia tidak ingin ada perbedaan mencolok dari teman-temannya yang mayoritas beragama Islam dan memakai kerudung.

Bagi Angel, memakai pakaian rok panjang, baju kurung, dan memakai jilbab sama sekali tidak memengaruhi imannya sebagai seorang pemeluk Protestan.

"Walau di sekolah pakaian saya seperti ini (pakai jilbab) iman saya tetap percaya Tuhan Yesus. Tak ada tekanan batin kalau pakaian pakai jilbab," ujar Angel.

Selain itu, menurut Angel, orang tuanya juga tidak keberatan dengan pakaian berjilbab yang ia kenakan sejak sekolah di SMP 4 Padang sampai sekarang duduk di SMK 2 Padang.



Seperti diketahui, SMK 2 Padang menjadi sorotan lantaran adanya salah satu siswi yang duduk di kelas X yang keberatan menggunakan jilbab di sekolah. Angel mempersilakan adik juniornya itu berprinsip tidak mau memakai seragam yang dikenakan murid mayoritas Islam.

"Silakan saja. Karena dari awal sekolah memang tidak memaksakan," kata Angel menambahkan.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sudah mengatakan, pemerintah tidak akan memaklumi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam hal intoleransi. Menurutnya, peristiwa yang terjadi di SMKN 2 Padang beberapa waktu lalu adalah bentuk tindakan intoleransi.

Kasus yang terjadi di Sumatra Barat tersebut menuai sorotan lantaran meminta siswi non-Muslim menggenakan jilbab. Nadiem meminta pemerintah daerah memberikan sanksi tegas pada sekolah terkait hal ini.

"Sejak menerima laporan tersebut, Kemendikbud koordinasi dengan pemda untuk segera mengambil tindakan tegas. Saya mengapresiasi gerak cepat pemerintah daerah terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran," kata Nadiem dalam sebuah video resmi dari Kemendikbud, Ahad (24/1).

(Sumber: Republika)

*Foto atas ilustrasi: Dari video Youtube SMKN 2 Padang Panjang (9 Maret 2019)

PADANG MERDEKA..!

Kalau kelompok liberal udah nyasar Padang, tuduhannya bisa bermacam-macam. Satu pemberitaan mengenai Padang diangkat, maka akan dijadikan tumpangan oleh kaum liberal negeri ini. 

SMKN 2 Padang menjadi pemberitaan setelah salah satu wali murid memposting sebuah video yang mengisahkan penggunaan jilbab bagi siswi sekolah, sebagai tata tertib berbusana. 

Karena non Muslim, wali murid berkeberatan melaksanakan aturan sekolah yang merujuk pada peraturan daerah dari walikota sebelumnya. 

Sebagai informasi, permasalahan tata tertib berpakaian ini sebenarnya sudah jadi polemik di berbagai daerah. Bukan hanya pada umat non islam, umat islam pun dihadapkan pada aturan yang melarang PEMAKAIAN JILBAB pada sekolah negeri di daerah yang mayoritasnya beragama non islam. 

Di Manokwari, siswi SD dilarang memakai jilbab berdasarķan aturan sekolah. 


Di NTT pun demikian, ada sekolah yang membuat aturan siswinya tidak boleh memakai jilbab ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar. 


Di Bali pernah juga ada kehebohan ketika banyak sekolah disana memberlakukan larangan memakai jilbab. Bahkan komnas HAM sendiri mempunyai laporan yang membenarkan hal itu terjadi. 


Yang jadi pembeda pada kasus SMKN 2 di Sumbar adalah adanya keterlibatan pimpinan daerah dalam memberlakukan aturan tersebut. Di Sumbar walikota Padang periode 2004-2014 Fauzi Bahar yang memulai aturan tersebut diterapkan pada seluruh sekolah di lingkungan kota Padang. 

Aturan berbusana ini diatur dalam Instruksi Walikota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005. Instruksi itu dikeluarkan pada 2005. Otonomi daerah menyebabkan pimpinan daerah bisa membuat aturan bagi daerahnya sendiri. Dan aturan itu diterapkan juga pada bidang pendidikan. 

Aturan itu telah disetujui oleh DPRD, tembusannya pun telah diberikan ke Dinas Pendidikan selaku institusi perpanjangan dari kementerian pendidikan dan kebudayaan. Selama 15 tahun aturan itu dijalankan, tidak ada teguran atau pelarangan dari Dinas Pendidikan. 

Bahkan setelah Fauzi Bahar berakhir masa jabatan tahun 2014 lalu, aturan itu belum ada dibatalkan oleh walikota pengganti, Mahyeldi. Masih tetap dijalankan hingga masuk periode kedua kepemimpinan Mahyeldi. 

Artinya, aturan tata tertib berbusana bagi siswa dan siswi di sekolah Padang tetap berjalan tanpa ada teguran/pelarangan/atau protes masyarakat. 

Namun kemarin, kenapa semuanya langsung cuci tangan dengan mengatakan tidak tau dan kecolongan? Terlebih Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, seperti alien yang baru duduk di kursi panasnya dan berkomentar bahwa itu tidak boleh terjadi. 

Mirisnya, pernyataan Walikota saat ini Mahyeldi pun tidak ada menyikapi persoalan ini. 

Sebagai orang Minang, saya paham bahwa aturan pemakaian jilbab bagi siswi sekolah tidak bisa diberlakukan pada siswi non muslim. Hanya berupa anjuran atau himbauan, tanpa ada kata
MEWAJIBKAN. Namun menjadikan persoalan ini untuk menghantam Sumbar, ya cari perkara namanya. 

SMKN 2 PADANG itu bukan sekolah kaleng-kaleng, mereka telah lama berdiri dan lahirkan ribuan alumni sebelumnya. Testimoni alumni SMKN 2 Padang yang merupakan non Islam, mungkin bisa dijadikan penilaian apakah ada indikasi toleran atau pemaksaan atas penerapan berjilban tersebut. 

Salah satu alumni SMKN 2 Padang, Regina yang berasal dari pulau Nias menetap di Kota Bukttinggi mengatakan, ia  selama tiga tahun belajar di SMKN 2 Padang, tidak pernah dipaksa berjilbab.

“Guru-guru selalu memberi kami ruang untuk memilih. Tidak pernah ada pemaksaan apalagi intimidasi,” ucap Regina Sebagai siswi non-Muslim, sebenarnya Regina tidak pernah keberatan mengenakan jilbab seperti aturan sekolah.

Menurut Regina, memakai hijab sebagai penutup kepala tidakkan merusak keimanannya sebagai penganut agama non-muslim.

Regina alumni di SMK N 2 Padang, tamatan  2012.selama  belajar di sana, ia melihat tidak pernah ada siswi non-Muslim protes memakai jilbab. Dan mereka juga selalu saling menghargai dan  menghormati dengan teman-teman beserta guru yang tidak seagama.


Alumni SMKN 2 Padang lainnya, Delima Febria Hutabarat yang beragama non islam, mengaku terkejut dengan permasalahan jilbab di tempat ia menimba ilmu sembilan tahun yang lalu.

"Saya awalnya terkejut masalah ini sampai viral begitu. Karena aturan itu memang sudah ada dari dahulunya," katanya

Ia sangat menyayangkan permasalahan tersebut sampai gempar di media sosial seperti yang terjadi saat ini. Karena menurutnya pihak sekolah tidak pernah memaksa siswa menggunakan jilbab selama ia sekolah di sana.

Dia sendiri menggunakan jilbab selama tiga tahun sekolah di SMKN 2 Padang karena dirinya menyadari aturan yang telah ada di sekolah harus diikuti.


Di akun IG kabar Sumbar yang juga mengulas hal ini, banyak non-Islam berkomentar dan tidak mempersalahkan aturan tersebut berkaca dari pengalaman mereka ketika bersekolah di Padang. Sebagian besar komentar mereka memandang positif atas pemberlakuam aturan tersebut dan sifatnya tidak memaksa. 

Video yang diunggah oleh Elianu Hia yang jadi viral dan dijadikan sasaran tudingan pada Sumbar, tidak memperlihatkan adanya keributan. Pertemuan Elianu Hia dan pihak selolah berlangsung baik dan tidak ada kemarahan atau arogansi pihak sekolah. 

Namun oleh kelompok liberal diluar sana, video unggahan tersebut dijadikan tumpangan untuk memuaskan nafsu mereka, yang memang getol untuk menghantam ajaran agama Islam. Menyebut ada pemaksaan dan intoleransi. 

Video yang beredar tidak memperlihatkan keributan, malah memberikan tangkapan sebuah pertemuan dalam mencapai kesepakatan. Namun oleh mereka (kaum liberal), justru disebarkan dengan narasi yang brutal. 

Sebagai putra Minang asli, saya melawan keras tudingan adanya intoleransi di sekolah Sumbar. Untuk urusan lain, sumbar boleh mengikuti. Namun untuk menciptakan dan memperbaiki akhlak generasi muda, Sumbar punya cara sendiri dan gak perlu sok tau dengan kehidupan warga Sumbar jika belum pernah berkunjung kemari dan membuktikannya. 

Jika daerah lain punya KEARIFAN LOKAL yang dibanggakan. Maka Sumbar pun punya KEARIFAN LOKAL yang juga bisa dibanggakan. Jika ingin kami menghormati kearifan lokal daerah lain, maka hormati juga kearifan lokal yang kami lindungi. 

Sumbar Merdeka, Padang Merdeka dengan kearifan lokalnya. 

(By Setiawan Budi)

[Video]
Back to Top