Apa Benar Jadi "Kutu Loncat" Banyak Perusahaan Meningkatkan Gaji ?

Artikel Terbaru Lainnya :

 Apakah karier pekerjaan yang sering-sering pindah dapat meningkatkan gaji lebih cepat dibandingkan dengan karier pekerjaan yang bekerja di satu perusahaan dalam jangka waktu lama?




Hidup itu moderat-moderat aja lah. 1 tahun sekali pindah, reputasi CV jelek karena dianggap kutu loncat. Apalagi kalau ketauan almamater kamu punya reputasi kutu loncat, begitu interview CV mu diliat langsung di-judge, "ni anak pasti susah diatur orangnya."

10 taun gak pindah-pindah, niscaya kamu undervalued. Oke ada pengecualian yaitu untuk ASN dan pegawai perusahaan yang sahamnya dimiliki perusahaan plat merah

Sweet spot-nya ada di 3–4 tahun. Tapi apakah selamanya akan selalu begitu? Tentu tidak. Ada saatnya kamu harus berhenti pindah. Kalau sudah di level minimal asisten manager, maksimal manager, stop mencari, tapi bukan berarti kamu gak akan undervalued

Pada titik itu, strategi untuk mencegah undervalue berbeda. Pertama, raih prestasi dan pengaruh sebanyak-banyaknya bagi perusahaan. Buat sebuah revolusi besar

Stop browsing lowongan 3 tahun sekali, tapi mulailah merias Linkedin semaksimal mungkin, karena sudah masuk ke masa bunga mekar, dan saatnya menarik para lebah: head hunter

Biarkan head hunter yang bekerja, lalu pendorong value kali ini bukanlah pindah kerja, melainkan negosiasi, atau kasarnya, lelang offer. Ibaratnya head hunter akan membuka harga, lalu perusahaan akan melakukan banding

Itulah kenapa harus punya prestasi, pengaruh, dan catatan sejarah revolusi dulu. Kalau enggak, ya gak akan dipertahanin. Omong kosong? Sebenarnya, itu yang terjadi pada orang ini:

Buat yang gak kenal sama mas ini, boleh kenalan. Coba dijapri. Kalau gak dibales, coba tanya sama teman sebelahnya kali aja kenal

Nah buat yang kenal, mungkin ada satu hal yang kamu belum tahu: dia bukan ilmuwan komputer. Dia adalah insinyur material, sama sekali gak ada hubungannya sama posisi dia sekarang karena perusahaan tersebut gak bikin hardware

Dia loncat ke perusahaan tersebut di sweet spot yang saya mention tadi: manager. Dia masuk sebagai product manager. Dia karyawan paling berpengaruh sepanjang sejarah perusahaan tersebut sampai hari ini

Revolusi apa yang dia lakukan? Mon maap jadi ngalor ngidul dikit, biar tau aja. Jadi perusahaan tersebut adalah penyedia teknologi, tapi gak dapet duit dari teknologi tersebut. Mereka dapet duit dari menjadi agensi periklanan

Untuk skala perusahaan sebesar itu, bergantung pada satu model bisnis sangat riskan. Artinya satu runtuh, runtuhlah valuasi ratusan milyar dolar itu. Maka dari itu, perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang paling gencar melakukan diversifikasi saat itu

Sayangnya, sebagian besar gagal. Termasuk karena saat itu baru happening yang namanya social media boom, mereka bikin media sosial yang di atas kertas lebih superior daripada media sosial milik raja sosmed, si Yahudi ex Harvard itu. Hasilnya? Gulung tikar juga

Nah si mas ini tadi bekerja keras siang malam, paling banyak menginvestasikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membesarkan sistem operasi yang baru dia akuisisi

Berbeda dengan media sosial tadi yang di atas kertas superior, sistem operasi ini justru di atas kertas inferior. Pernah mereka menawarkan kerjasama untuk menenagai raksasa ponsel saat itu, perusahaan negeri Viking yang sekarang udah dimakan sama perusahaan milik raja vaksin covid-19, namun ditolak, ditertawakan, dan dihina

Tak lama perusahaan berlogo buah mulai melakukan revolusi ponsel dan sukses besar. Saatnya si mas memasuki medan perang. Akhirnya dia berhasil mendapatkan hati raksasa elektronik negeri boyband dan drama, yang eventually head to head sama ponsel berlogo buah, dengan sistem operasi yang dia kembangkan di dalamnya

Industri meledak besar, di sinilah si masnya berhasil memanjat perlahan sampai menjadi salah satu CEO termahal di dunia. Anda kira dia bisa merangkak naik berkat kesukarelaan perusahaan dan pemiliknya?

O tida bisa

Lalu gimana? Tanpa Linkedin, tanpa head hunter, dia jadi rebutan raksasa-raksasa komputer dan internet negeri fast food. Dari mulai jadi kandidat CEO sosmed sok open minded yang sampai sekarang masih belum balik modal tapi CEO-nya makin kaya, sampai kandidat CEO perusahaan milik raja vaksin tadi

Karena perusahaan tempat dia ngantor gak mau kehilangan dia, ya tentu mereka melakukan banding dengan nilai berlipat ganda. Serunya lagi, perusahaan-perusahaan yang memperebutkan dia tadi pejuang yang pantang menyerah

Tawaran CEO itu datang berkali-kali selama bertahun-tahun, dan value dia naik terus menerus tanpa dia bermanuver untuk menarik perhatian head hunter di Linkedin, apalagi browsing Jobstreet

Sampai akhirnya semua sudah tak mampu dan menyerah, maka perusahaan dialah yang berhasil memenangkan sengketa tersebut, dan dia berakhir jadi salah satu CEO termahal di dunia

Gimana dengan perusahaan-perusahaan yang memperebutkannya? Si perusahaan sosmed gak ada perubahan, nah yang menarik adalah perusahaan milik raja vaksin tadi. Posisi CEO di sana akhirnya diisi sama teman satu negaranya si masnya tadi

Kesimpulan:

Sering pindah, atau kerja di satu perusahaan dalam jangka waktu lama itu relatif. Untuk entry level, sweet spot-nya ada di 3–4 tahun. Tapi untuk level asisten manager ke atas, baiknya kita teladani si masnya tadi. Karena belum tentu bisa bikin revolusi besar sampai diperebutkan seperti itu, kita bisa menggunakan alat bantu: Linkedin; dan rekan pendukung: head hunter

Back to Top